Sabtu, 12 Mei 2012

Senyum Fai untuk Ferin?

Riuh tepuk tangan menggema di tempat itu. Sebuah lapangan basket indoor yang letaknya di dekat tempat bimbelnya Ferin. Dan kebetulan sore itu jadwal bimbelnya Ferin dan Manda lagi ditunda ke esok harinya.so, mereka gak nyia-nyiain waktu luang itu deh.

Ferin suka banget sama basket. Pas banget saat Manda ngajak nonton anak-anak basket yang lagi pada latihan. Yup, ini kali pertamanya Ferin nonton langsung permainan basket para atletnya yang bukan teman sekolahnya.

“Seru banget, Sob!” kesan Ferin saat permainan tersebut telah berakhir.

“Pastinya!” manda mengiyakan.

Lalu, tanpa sengaja pandangan Ferin menangkap satu sosok. Sosok seseorang yang akhir-akhir ini cukup mengisi hari-harinya.

Sementara Manda yang lagi girangnya ngecengin plus tebar pesona sama cowok-cowok yang jago basket itu, Ferin justru terdiam bungkam. Dan Ferin merasakan ada sebuah debaran yang tak menentu di dadanya. Bagaimana tidak? Sosok yang tak lain adalah seorang cowok yang tubuhnya atletis banget (tapi, dia bukan atlet lho?), tampan lagi, sedang menatapnya dengan tatapan yang tak isa diartikan oleh Ferin. Sebuah tatapan yang begitu lembut dan menyentuh. Dilengkapi dengan senyum yang paling menawan yang pernah dilihat oleh Ferin.

Sebenarnya Ferin tidak yakin betul, apakah senyum dan tatapan itu memang ditujukan untuk dirinya. Disekelilingnya ada banyak orang, ceweknya cantik-cantik pula. Rasanya begitu naif jika Ferin merasa dirinya lebih cantik daripada cewek-cewk bak model itu. Tapi, Ferin juga tidak bisa menyangkalnya, kalo dia sangat tersanjung jika itu semua memang tertuju untuk dirinya. Karena udah hampir dua bulan ini, cowok kelas XI IPS 2 yang satu sekolah dengannya itu sering ketangkap basah saat sedang memperhatikan Ferin.

Ya, meski Ferin masih ragu. Kalo cowok itu memang suka sama Ferin, kenapa dia gak pernah usaha buat deketin Ferin dan cuma ngasih senyum dan tatapan yang sungguh mempesona itu? Dan kalo tuh cowok gak lagi naksir Fein atau senyum dan tatapan itu bukan untuknya, kenapa juga Manda pernah bilang kalo dia juga sering lihat adik kelasnya itu lagi merhatiin Ferin? Bahkan saat Ferin pulang sendirian pun, tuh cowok juga sering memperhatikannya seperti itu. So, bukannya udah pasti kalo itu semua memang ditujukan untuk Feri? Lebih dari itu, Ferin juga merasa tatapn dan senyuman cowok yang bernama Fai itu memanggil dan mengetuk hatinya. Bahkan ketika Ferin yang tadinya gak mengetahui kehadiran cowok itu didekatnya. Seolah setiap kali perasaan seperti itu hadir merupakan suatu pertanda kalo Fai sedang memperhatikannya.

Tapi, gimana pun juga, Ferin tetep aja gak percaya kalo Fai emang naksir dia selama cowok itu gak ada usaha PDKT-nya sama sekali.

“Ferin!” panggil Manda heran sambil nyikut lengan Ferin. “Ngapain loe nyengir selebar itu? Pake bengong lagi!”

“Hah?” Ferin jadi salah tingkah. “Gue nyengir? Masa sich? Perasaan senyum dikit aja deh,” kilah Ferin.

Manda geleng-geleng kepala sambil tersenyum menggoda Ferin. “Kenapa? Loe lagi dihipnotis ya, non?” Manda mengikuti arah pandangan Ferin. “Oh…. Jadi itu tuch yang bikin loe jadi linglung gini?”

Ferin tersipu salting. “Apaan sich loe!”

Latihan basket udah selesai, semua penonton berdiri dan berbalik ke arah pintu gedung. Termasuk Fai, si Mr. Misterius itu.

Ferin tetap berdiam diri. Ferin begitu terhipnotis oleh senyum lembut dan tatapan sendu Fai yang tak mau lepas dari wajah cowok hitam manis itu. Ferin merasa kalo senyuman itu memang ditujukan untuk dirinya. Sedangkan Manda yang menyadari adegan itu, Cuma bisa ikut-ikutan diam. Niat Manda sich ngasih kesempatan, kali aja di sini Fai mau mulai PDKT-nya ke Ferin. Hingga akhirnya Fai berlalu melewati kedua sahabat itu. Dan mereka saksikan, kesempatan itu terbuang sia-sia.

apa sich maksudnya? batin Ferin. Tampak raut kecewa diwajahnya.

Manda ikutan ciut dengan ngedumel dalam hatinya, apa sich maksud tuh cowok?

Ferin sudah hampir melangkah saat sebuah tepukan lembut mampir di pundaknya. Ferin hampir saja berlonjak karenanya. Dan dia mengira orang yang berdiri di belakangnya itu adalah Fai.

Manda juga merasakan kehadiran orang lain. Keduanya pun berbalik bersamaan.. baru saja Ferin hendak tersenyum semanis-manisnya, tapi saat dilihatnya orang itu adalah Fai, diurungkannyalah niatnya itu.

“Rin!” cowok itu memegang kedua pundak Ferin dan menatapnya dengan penuh penyesalan. “Sorry ya, aku baru datang. Dan sorry lagi, aku lupa bawa uangnya. Kamu gak pa-pa kan?” tanya cowok itu sambil tersenyum berharap Ferin mema'afkannya.

Ferin yang kaget melihat cowok putih berkacamata tebal itu Cuma bisa diam bengong. Ferin gak ngerti. Pasalnya Fein sama sekali gak mengenal cowok itu.

Manda memandangi Ferin sambil menautkan alisnya., menuntut jawaban atas pertanyaannya, siapa cowok ini? sedangkan yang ditanya dengan isyarat itu cuma terdiam keki gak ngerti gimana harus bersikap.

Cowok itu terus bicara dengan riangnya. Dan sumpah gak ada satupun dari kata-kata cowok itu yang dapat dicerna oleh Ferin.

Sementara itu sepasang mata lain sedang memperhatikan kejadian itu dari depan pintu. Sebuah tatapan yang bertanya dan mengobarkan api yang membakar hati si pemiliknya. Lalu dengan menaha gemuruh di dadanya, sosok itu melangkah menjauh.

Sejenak Ferin merasakan ada yang aneh, persis sepeti panggilan yang dirasakannya setiap sebelum melihat senyum dan tatapan Fai.dan saat dipendarkannya pandangannya. Tiba-tiba Ferin merasa cems dan takut. Dan dirasakannya perasaan itu semakin mengecil sama seperti melihat sepeda yang melaju menjauhi.

“Apa artinya?” ucap Ferin tanpa sadar.

Manda yang terlanjur heran dengan kedatangan cowok ini, semakin tambah bingung dengan ucapan Ferin. Apalagi saat disadarinya ia tak mendapatkan jawaban tentang, siapa cowok imut ini?

“Ya udah, deh. Gue duluan, ya. Dagh Ferin….”

Cowok itu pun melangkah menjauh.

“seperti malaikat….” Lirih Ferin.

“Ya, wajahnya imut-lucu gitu, kayak anak kecil yang tanpa dosa, tau gak?” sahut Manda, mengagumi cowok itu.

“Siapa maksud loe?” sambar Ferin seperti baru bangun dari tidur panjangnya.

“Ya cowok yang barusan….”

‘Fai?”

“bukan. Cowok yang barusan ngobrol sama loe. Cowok yang baby face tadi. Masa loe lupa sich

“jangan ngaco, deh! Pulang, yuk!”

Manda mengangkat bahu, mengakhiri rasa penasarannya kali ini.

Keduanya pun melangkah.

Koq Manda jadi ngawur gini, sich? Ferin melirik manda sebentar. Ferin ingat, dia memang merasa didekati cowok imut, tapi tidak mungkin itu nyata. Mungkin aku cuma ngalamin dejavu, pikirnya. Tapi kalo imajinasinya, koq Manda pake ngomong tentang cowok imut, ya? Cowok baby face, kata Manda.

Sementara itu, yang dimaksudnya Ferin seperti malaikat itu adalah perasaan aneh yang tiba-tiba menyentuh hatinya barusan. Mungkinkah itu dia?

*****
“Dompet loe udah ketemu?” tanya Manda sembari menepuk pundak Ferin.

Keduanya sedang melangkah keluar dari kelas bimbel seiring berakhirnya jadwal tes hari ini.

Ferin menggeleng, “Belum.”

Manda bisa mengerti. Manda tidak berkomentar bukan karena dia gak perhatian sama sobatnya itu. Tapi, Manda memang tipe cewek yang gak suka memperpanjang masalah. Kalo dompetnya gak ketemu juga itu artinya rezekinya di dompet itu gak diperpanjang lagi.

“gue ke toilet dulu, ya!’ Pamit Manda. Loe tunggu di sini, ya!


“Ferin!”

Seorang cowok berkulit putih dengan kacamata tebalnya menghampiri Ferin. Dan secara reflek, panggilan cowok itu mencegat langkah Ferin. Dan memang itulah yang diinginkan oleh cowok yang memanggilnya itu.

Cowok babyface itu berhenti di depan Ferin. “Ketemu lagi. Tapi sorry ya, Rin, gue gak bawa uang loe.”

Ferin mengerutkan keningnya. Cowok imut ini lagi. Andai ini nyata….

“Oke deh, Rin. Masih ada yang mesti gue kerjain nich! Dagh….”

Cowok itu berlari menjauh sambil melambaikan tangannya pada Ferin.

“Dagh….” Ferin yang bengong mau aja membalas lambaian cowok babyface itu.

Imut banget nich cowok. Coba dia bener-bener ada buat gue, gumam Ferin.

Ferin masih belum percaya tentang kenyataan adanya cowok baby face yang ngajakin dia ngobrol itu. Soalnya selama ini hidup Ferin tuch datar-datar aja. Belum pernah ada cowok baby face yang mendekatinya seperti ini.

Dia pasti lebih muda dari gue, batin Ferin yang bentar lagi mau UAN.

*****
Perpustakaan. Inilah tempat favorit Ferin. Bahkan gak jarang saat jam kosong pelajaran digunakannya untuk membenamkan diri di dunia buku itu. Lebih-lebih jam saat jam istirahat. , bawaannya mau ke perpus aja. Biasanya sich Ferin pergi sendirian ke perpus.

Ferin lagi asyik nentengin novel butterfly dream’s saat dirasakannya kehadiran seseorang di dekatnya. Sepertinya Ferin kenal dengan aroma ini. Tapi ferin gak peduli. Mungkin aja itu anak yang suka ke perpus juga.

“Sstt….” Seru sebuah suara dari samping kirinya ferin.

Ferin menoleh ke arah suara itu dengan kaget. “Loe?”

“Iya, gue. Ini dompet loe, kan?” Cowok babyface itu menyodorkan sebuah dompet berwarna hijau kepada Ferin.

“Iya, makasih, ya“

“Dompet loe. Tiga hari yang lalu aku nemuin dompet ini di meja itu,” tunjuknya ke arah sebuah meja di sudut ruangan. “Terus gue cek, nyatanya ada nama dan foto loe. Bener, kan?”

Ferin diam, mengingat kejadian tiga hari yang lalu. Tepatnya sehari sebelum ferin nonton latihan basket kemaren lusa. Ya, ini memang domptnya. Tapi, koq bisa ada sama cowok ini. Bukannya cowok ini Cuma ada diimajinasinya, ya?

Cowok itu tersenyum malu. “Sebenarnya gue udah lama merhatiin loe,” paparnya perlahan.

“Apa?” Ferin menajamkan pendengarannya, rasanya gak percaya dengan yang baru saj didengarnya. Cowok babyface ini udah lama merhatiin Ferin? Apa itu artinya, sekarang cowok ini mulai PDKT ke Ferin? Senengnya kalo dugaannya ini benar.

Tiba-tiba lagi-lagi Ferin merasakan sesuatu yang aneh, seperti ada yang sedang memperhatikannya. Ferin nengok kanan –kiri, depan-belakang, dan ke sekelilingnya. Tapi gak ada seseorang yang mencurigakan. Tapi, perasaan itu semakin kuat saja dirasakannya.

Sementara itu seseorang baru saja menarik tubuhnya ke belakang dinding hingga tak terlihat oleh orang yang sedang diperhatikannya.

“Ferin, loe kenapa?” Tanya cowok itu, ia heran melihat tingkah Ferin yang celingak-celinguk gak jelas.

“Hah? Apa? Gue gak kenapa-kenapa, koq. Terusin lagi cerita loe!”

“Aku….”

“Oh ya, siapa nama loe?”

“Iya ya, kita kan belum kenalan.” Cowok itu segera mengulurkan tangannya ke depan ferin. “Namaku Rendy”

“Nama loe keren juga. Loe anak baru, ya? Kelas 3 apa?”

“Iya, aku anak baru. Kelas X-1.”

“Kelas X?”

“ Iya, emangnya kenapa?”

“Gak. Pantesan loe imut banget. Jadi loe beneran nyata, ya?”

"Ferin!” Tiba-tiba Manda udah nongol di depan Ferin. “Bu Dina udah mau masuk kelas. Yuk!” Manda langsung menarik tangan Ferin setelah sebelumnya melirik ke arah Rendy sebentar.

Ferin pun langsung mengikuti Manda yang dipimpin oleh tarikan itu dan tak sempat mengucapkan kata pamit pada cowok imut yang bernama Rendy itu. Manda pun terus menarik Ferin hingga mereka tiba di ke;las.

“Rin, loe bilang gak kenal sama si babyface itu. Nyatanya loe malah berduaan sama dia, di perpus lagi, tempat yang cocok banget buat berduaan, sepiii….” umbar Manda.

“Loe ngomong apan sich?”

“Nona polos, yang gue maksud ngapain loe sam cowok imut itu di perpus?”

“Namanya Rendy, anak kelas X-1….”

“Kelas X? gokil loe, punya gebetan koq adek kelas mulu isch. Kan cowok seangkatan kita yang keren-keren masih banyak.”

“Ralat, ya! Siapa juga yang ngegebet adek kelas. Ngobrolnya aja baru sekali ini.”

“Kemaren waktu nonton basket juga ngobrol, kan? Kemaren Fai, anak kelas XI IPS 2. Sekarang si babyface, anak kelas X-1.”

“Rendy Cuma mau ngembaliin dompet gue yang kemaren hilang. Dan Fai___gue Cuma penasaran aja sama dia. Gak lebih.”

“Yakin loe?”

“Loe gak percaya ama gue?”

“Ya udah, kita belajar dulu aja, ya.”

“Keduanya pun mengakhiri obrolannya seiring tibanya Bu Dina di kelas mereka.”

*****
“Ferin!” Panggil sebuah suara tepat saat Ferin menuruni anak tangga saat bubaran sekolah.

Ferin menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Rendi sedang berlari-lari kecil ke untuk menghampirinya.

“Loe pulang sendirian? Gue anterin, ya?!”

Ferin mengerutkan keningnya. Koq nich cowok imut ngajakin dia pulang bareng? Oh, jadi bener, cowok ini emang mau PDKT sama dia.

“Diam berarti, ya. Yuk!” Tanpa persetujuan Ferin, Rendy sudah memegang tangannya demi mengajaknya melangkah.

Ferin Cuma diam sambil tersipu malu dan pipinya pun utelah bersemu merah. Ferin pun mengiluti langkah Rendy. Dan Rendy udah sumringah banget, cengar-cengir ke semua orang yang berpapasan dengannya.

Sshh…. Tiba-tiba Ferin mendengar panggilan itu lagi. Tepatnya perasaanya mengatakan ada sesuatu. Tapi, Ferin gak tau apa itu. Apakah sesuatu yang menyenangkan atau tidak? Yang Ferin tau, hanyalah perasaannya yang seperti itu seolah sebagai suatu pertanda. Tapi, apa?

“Sayang!” Ujar sebuah suara cewek yang langsung melepaskan genggaman tangan Rendy dan menggandengnya. “Koq gak nungguin aku, sich? Kita kan udah janjian mau pulang bareng, trus nge-date. Yuk!”

Rendy melongo kaget. Dan Ferin ikutan diam doang.

Rendy ngeliatin cewek itu dengan jengah dan berusaha melepaskan gandengan cewek yang gak dikenalnya itu.

“Kita pulang sekarang, kan sayang?” Cewek itu semakin mesra bergelayut di lengan Rendy.

Cewek itu semakin menjadi-jadi saja dengan sikap manjanya itu. Sedangkan Rendy tak henti-hentinya berusaha melepaskan diri dari cewek itu.

Ferin mulai ngerti. Ini cewek pasti pacarnya Rendy. Tapi, Rendy kan lagi PDKT ke dia. Kayaknya gak mungkin cowok seimut Rendy seorang playboy. Tapi, siapa cewek ini?

Ferin pun mulai melangkah.

“Ferin, tungguin aku!” Teriak Rendy. Aku bisa jelasin semua ini. Rendy berusaha menghentikan langkah Ferin.

“Rendy, mending loe selesaikan masalah loe dulu. Kita bisa pulang bareng lain kali.” Ferin tersenyum. Lalu melangkah lebih banyak lagi.

Sepeninggal Ferin, cewek yang menggandeng tangan Rendy itupun langsung melepaskan tangannya. Dan berlalu.

“Hei, tunggu!” Teriak Rendy. Dia mengejar cewk itu. “Siapa loe? Apa mau loe?”

“Cuma mau nyampein pesan. Jangan pernah deketin Ferin lagi! Atau loe bakalan nerima akibatnya!” Cewek itu melangkah meninggalkan Rendy.

“Loe bicara atas nama siapa?” Teriak Rendy.

Rendy berdiri terpaku. Siapa yang menyuruh cewek itu? Apakah orang itu juga menyukai Ferin? Jadi dia punya saingan, ya? Tak apa. Ferin memang cewek yang pantas disukai oleh banyak cowok. Dan Rendy gak akan menyerah hanya karena ini. Dia yakin, Ferin cewek baik-baik yang bisa bedain mana orang yang baik.

Ferin terus melangkah keluar dari sekolah dengan hati bertanya-tanya. Siapa cewek itu dan apa maunya? Rendy tampaknya bukan seornga cowok yang suka mainin perasaan cewek koq. Tampaknya Rendy cowok yang tulus.

Ferin berhenti di depan gerbang sekolah, menunggu angkutan kota. Rupanya Manda sudah dijemput. So, terpkasa, ferin pulang sendirian.

Ferin tengok kanan-kiri. Kali aja ada salah satu temannya yang juga lagi nunggu angkutan kota. Tapi, ternyata gak ada, semuanya anak kelas X.

Fuih….

oo… lihat arah pukul 9! Dengan ragu bercampur malu, ferin menoleh ke arah itu. Hmm… gantengnya. Keren banget.

Di situ Fai sedang berdiri seorang diri. Dan lagi-lagi Fai tersenyum manis ke arah Ferin. Dengan tatapan seperti orang yang lagi falling in love gitu. Ferin luluh. Dan tanpa sadar, Ferin pun menirukan tatapan dan senyum seperti orang yang lagi kasmaran itu.

Fai, cowok yang ditemukan Ferin sedang menatap dirinya dengan tatapan aneh yang lembut, tatapan yang membuat Ferin begitu penasaran. Dengan seulas senyum yang begitu manis dan menawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar