Sabtu, 12 Mei 2012

MISS YOU, NICO!

“Loe beneran mau duel sama Nico?”
Andra hanya mendapat sebuah tatapan dari Rama yang penuh tantangan dan tertuju pada Nico. sedangkan Nico hanya menekur dinding dengan tatapan kosong sebagai pertanda dia menerima tantangan itu.
“OK. Kalo gitu, nanti malam gue yang jadi wasitnya. Dan ingat, loe berdua jangan pada telat datangnya dan mesti sportif mainnya.”
Ketiga cowok ini pun bubar. Andra melangkah ke belakang. Rama duduk di sofa yang ada di ruang tengah itu. Dan Nico berjalan ke kanan, kea rah ruang santai.
Aku segera menghampiri Nico yang sedang berjalan ke arahku.
Saat kami berhadapan, Nico menatapku lekat-lekat dengan mata elangnya yang sendu itu. Tatapan yang begitu lembut.
Kutarik bagian bawah ujung bajunya. Dan kuberucap dengan sedkit berbisik, “Kamu sering keluar malam, ya?”
Aku begitu mencemaskannya, apalagi tentang duel yang baru saja mereka bicarakan.
Sejenak Nico tak bergeming. Nico hanya tetap menatapku dengan lembut lewat mata elangnya yang sendu itu. Tatapan yang membuatku merasa seperti berada di tempat yang begitu sejuk dan tenang. Tatapan yang membuatku semakin menyukainya. Tatapan yang sering kudapatkan darinya dan tak pernah aku melihatnya menghadirkan tatapan seperti itu pada orang lain. Tatapan yang kuartikan sebagai tranda cinta darinya.
“Gak. Kecuali bila ada hal yang urgent,” jawab Nico singkat.
Aku merasa sedikit lebih lega setelah mendengar jawabannya itu. Ah, Nico…. Tapi, aku tetap saja mencemaskanmu.
Aku dapat merasakan bahwa Nico juga menyukaiku, sama besarnya seperti rasa sukaku padanya. Meskipun tak pernah dinyatakannya secara langsung. Naluriku yang telah bercerita tentangnya. Desiran lembut yang selalu menyertaiku setiap saat kubersamanya ataupun hanya dengan mengingatnya. Rasa sayang kami yang telah saling menyatu. Entah kapan akan terwujud menjadi begitu nyata. Dan entah atas dasar apa, sampai saat ini, Nico belum juga menyatakan perasaannya padaku.
Dan tentang Rama. Dia seorang yang lebih emosional daripada teman segenkku yang lainnya. Untungnya emosi itu biasanya hanya tersirat lewat sorot matanya. Dan Rama akan melakukan tantangan seberat apapun untuk mencapai keinginanya. Selain itu, Rama juga seorang yang mempunyai rasa sportifitas yang tinggi.
Nico dan Rama memang kurang akur. Entah kenapa. Memang keduanya tidak pernah berantem dengan otot or saling tonjok-tonjokan. Keduanya lebih sering terlibat adu argument dan beberapa kali kusangsinkan keduenya melakukan berbagai tantangan. Entah apa byang menjadi motivasi mereka untuk saling bersaing sepreti itu. Pernah kuberanikan diri untuk bertanya dan Rama hanya menjawab, “urusan cowok!” Meskipun aku agak gak suka dengan jawabannya. Bukannya sebagai sahabat harus saling terbuka. Tapi, biarlah, kadang memang ada yang menjadi rahasia kita masing-masing. It’s ok, selama itu bukan masalah yang bisa menyebvabkan perpecahan diantara kami.
Dan sekarang___ apalagi yang menebabkan mereka ingin berduel. Dan duel apa yang akan mereka lakoni sekarang? Meskipun aku sangat penasaran, tapi untuk saat ini, aku gak bisa Tanya langsung ke salah satu diantara keduanya. Rama lagi baca majalah dengan sorot emosinya. Sedangkan Nico hanya terus menatapku dnegan lembut lewat mata elangnya yang snedu itu.
Sebenarnay aku malu ditatapnya seprti itu. Tapi, seneng juga sih. 40 perbanding 60 deh.
Nico cowok cool, wajahnya tampan, agak misterius gitu, dan stylenya keren. Sikap Nico dalam kesehariannya persis dengan sikap Rangga di film AADC. Gak kutu buku banget sih, tapi Nico lebih banyak diamnya dna sering hanya tersampaikan lewat sorot matanya. Secara fisik, dari ujung rambut sampai ujung kaki, Nico mirip banget sama Nicholas Saputra. Sampe-sampe Nico sering diminta untuk foto bareng oleh fans-fans Nicholas Saputra saat lagi jalan di tempat yang rame. Tapi, aku menyukainya bukan karena Nico mirip dengan Nicholas Saputra. Bagiku tatapan mata elang Rangga pada Cinta tidak selembut tatapan mata elangnya Nico yang sendu.
Nico, aku menyukaimu karena kamu adalah Nico Adrian. Seorang Nico yang telah mengisi hatiku selama ini.
“Besok malam kamu mau nonton denganku gak?” tanya Nico dnegan sangat hati-hati.
“Mu!” ucapku spontan.
Hamper saja aku terlonjak kegirangan mendengarnya. Pasalnya Nico gak pernah nawarin orang lain untuk nonton dnegannya. Biasanya pasti ada kesepakatan bersama kalo mau nonton bareng. Dan sekarang Nico ngajakin aku! Ini artinay Nico ngajakin aku ngedate! Ini pasti pertanda baik dan akan menjadi awal yang indah. Aku seneng banget. Tentnag izin ke nyokap bokap, dipikirin nanti deh.
Sekarang kami lagi ngumpul di rumah Nico, base camp genk kami. Setiap kali ada waktu kosong untuk sekedar ngumpul ataupun lagi ada PR, kami pasti ke sini.
Kami milih rumah Nico sebagai base camp karena Nico punya pavilion snediri. So, tentunya kami bisa lebih leluasa. Nokap bokapnya juga baik banget. Keduanya ngizinin kami melakukan apapun yang penting ga melanggar norma-noram. Bahkan isi kulkas Nico gak pernah kosong, sealu ada berbagai minuman kaleng dan buah-buahan didalamnya. Selain iitu, juag ada lemari khusus yang sellu dipenuhi berbagai cemilan. Pokoknya kami gak mungkin kelaparan di sini. Nico kan anak bungsu dari dua bersaudara dan bokapnya adalah salah satu pengusaha sukses. Dan sekarang Kak Wulan, kakanya Nico, lagi kuliah di Aussi. Oh iya, diantara keenam anggota genk selain Nico (Rama, Andra, Agus, Tita, Melati, dan aku) akuyang paling deket sama mamanya Nico.
Ah Nico, aku smeakin menyukainya. Apalagi setelah seringnya kudapatkan tatapan tanda cinta itu. Dan aku yakin, tatapan lembut Nico itu tak pernah tertuju ke orang lain selain aku.
Sepulangnya dari basecamp, pikiranku tak pernah lepas dari ajakan Nico untuk nonton dengannya. Dan aku benar-benar senang.

*****
Keesokan harinya….
Hhari ini dapat kunikmati kembali sejuknya udara pagi yang menyelinap masuk ke dalam kamarku lewat ventilasi di atas jendela. Kuawali pagi ini dengan luapan rasa syukur atas ni’mat-Nya yang kian hari kian bertambah, terlebih lagi tentang ajakan Nico kemaren. Dan itu artinya malam ini adalah malam spesialku dengan Nico. Malam untuk pertama kalinya aku dan Nico jalan berdua. Senangnya…..
Jam istirahat, kami segenk melancongke kantin.
Aku, Melati, dan Tita duduk di satu meja. Ngobrol plus ngegosip sambil menghabiskan makanan dan minuman yang sudah kami pesan. Sedangkan Rama, Andra, dan Agus duduk di meja lain yang tak jauh dari meja kami. Gak biasanya hari ini kami gak duduk bareng di satu meja. Tapi, gak masalah. Meskipun atmosfernya agak beda. Obrolan yang kami bicarakan pun seolah hanya mengalir bersama semilir angin, tak ada yang membekas di benakku.
Dan Nico…. Di mana cowok itu? Kenapa Nico gak ikut ngumpul bareng di sini? Bukankah ngumpul bareng seperti ini sudah menjadi ritual rutin kami setiap waktu istirahat? Mungkin Rama tau di amna Nico sekarang. Karena dari kami bertujuh, hanya Nico dan Rama yang gak sekelas dengan kami dna kebetulan keduanya sekelas.
Aku pengen nanya ke Rama tentang Nico. Kutengok Rama. Sejenak kurasa Ramam menatapku dnegan dingin. Lagi-lagi tak seperti biasanya. Apa mungki9n Rama sedang memendam masalah? Mungkin kali ini kuurungkan saja niatku itu. Tak mau mengganggu cowok itu. Rama juga bukan tipe cowok yang mudah terbuka seperti Andra dan Bagus. Ya, Rama adalah tipe cowok yang cool dan misterius. Bahkan sejak berteman dari kelas 1 SMP sampe sekarang, Rama gak pernah pacaran atau Cuma PDKT sama cewek. Bukan karena Rama jelek dan gak ada cewek yang suka sama dia. Banyak cewek yang naksir Rama secara daim-diam atau terang-terangan. Tentu saja, Rama tampan dan keren banget. Setiap ada cewek yang nembak atau nyoba deketin Rama, pasti bakal ditolak. Bukan juga karena Rama seorang gay. Kata anak-anak sih, cewek yang disuka ramam itu ada. Tapi, kami gak tau kenapa sampe sekarang Rama belum juga nembak cewek itu. Padahal kata Bagus, cewek itu cinta pertamanya Rama lho.
Rama, wajah tampan kamu semakin tampak keren dengan pribadi kamu yang misterius.
Meskipun begitu, setampan apapun cewek lain, tetap saja aku lebih menyukai Nico. Salah satunya karena aku sudah terlanjur terepsona dengan tatapan lembut dari mata elang yang sendu milik Nico itu. Terlebih lagi karena aku merasa sangat nyaman saat bersamanya dan aku yakin dia juga menyukaiku.
Oh iya, Nico! Nico ada di maa sekarang? Apa mungkin hari ini dia gak masuk sekolah? Kenapa? Sebenarnya apa yang sedang terjadi pada Nico? Nico, I miss you! Aneh, bahkan anak-anak pun gak ada yang berniat ngomongin Nico yang sekarang entah di mana. Seolah NIco gak pernah ada diantara kami.
Sampai pulang pulang sekolah pun, aku belum ketemu sama Nico. Kekhawatiranku pun semakin menjadi-jadi.
Sepulang sekolah, kami segenkku keluar bareng. Dan berpisah setelah keluar dari halaman parker. Andra dibonceng sama Rama dengan motor ninja hitamnya. Melati, si kutu buku yang gaul, modis, dan feminine bareng sama Tita di mobil yang dikirim papanya untuk menjempuutnya. Sednagkan aku dibonceng sama Agus yang paling bawel, cerwet, dan usil. Tadinya Melati dan Tita ngajak aku jalan ke mall, Nelati mau nyalon di salon langganannya. Tapi, aku tolak. Aku kan mau siap-siap buat nonton sama Nico.
Saat di jalan aku baru ingat, Nico kan punya ponsel;. Kenapa gak dari tadi aku menghubunginya langsung?! Segera kuhubungi Nico lewat ponselku. Dan aku hanya mendapatkan jawaban kalo nomornya gak aktif.
“Loe kenapa sih, Nan? Rama bilang dari pagi loe kelihatan gelisah mulu.”
Segera kusimpan kembali ponselku ke dalam tasku.
“Hah? Gue? Gue gak pa-pa koq,” elakku.
Rama? Meskipun misterius, dia tetap perhatian dengan sobatnya. Tanpa kusadari bibirku tertarik membentuk sebuah senyum
“Nanda! Oi, Nanda!”
“hah? Kenapa, Gus?”
“Tuh kan, keterlaluan banget sih loe! Gue ngomong dari tadi malah dicuekin. Ngelamun lagi!”
“Ma’afin gue, ya. Emang barusan loe ngomongin apaan sih?”
“Rama khawatir banget sama loe yang hari ini. Dia takut loe lagi mendam masalah. Biasanya oe kan selalu cerita, ya paling gak sama Tita dan Melati dulu. Tapi, mereka berdua juga gak tau apa yang merasuki pikiran loe hari ini. Sebenarnay Rama ngelarang gue buat ngomong ini sama loe. Tapi, gue kasihan sama Rama, Nan. Jangan-jangan loe lagi mikirin Bico, ya? Bukannya di kantin tadi kita udah ngomongin Nico. Dia kan lagi ada acara khusus, makanya sekolahnya izin dulu.”
Hah? Agus ngomongin apaan sih? Aku gak ngerti. Rama-Nico___ apa maksudnya?
“Hmm?”
Motor terus melaju di jalanan.
Nan, loe pernah mikir gak sih, gimana perasaan Rama? Loe pernah kepikiran gak, kalo cewek yang ditaksir Rama dari dulu itu adalah loe?” tanya Agus tiba-tiba.
Apa? Aku tertawa kecil untuk menutupi kekagetanku. “Loe kalo ngomong yang bener dong, Gus. Jangan ngaco gitu! Gak mungkin lah, cewek itu adalah gue. Kita kan sobatan.”
“Emang apa salahnya naksir sobat snediri?! Kayak Nico yang juga cinta mati sama loe.”
Hah? Agus tau kalo Nico suka sama aku? Yang bener aja! Gimana nih kalo sampe anak-anak atau tentang ini?
“Nanda, loe ngelamun lagi, ya?”
“Gak koq. Aneh aja. Koq loe tau?”
“He, he, he,” Agus tertawa. “Nanda-Nanda___ itu udah jadi rahasia umum di genk kita lagi. Atau jangan-jangan loe yang terlalu polos, gak ngerti sama isyarat yang dikasih Nico. Heran gue, bisa-bisanya Nico dan Rama naksir sama sobat mereka sendiri yang polos banget kayak loe ini. Tapi, gak masalah mereka naksir loe. Ya, asal mereka bisa bersaing secara sehat aja buat menangin hati loe.”
Rama naksir aku? Dan semua udah tau kalo Nico juga naksir aku? Oh, apa mungkin karena ini, sampe sekarang Nico belum juga menyatakan perasaannya padaku. Karena Nico gak mau hubungan persahabatan kami rusak? Oh, Nico, sekarang apa yang harus kulakukan. Rama cowok yang baik. Bagaimana bisa aku berharap bisa bersama dengan Nico sementara Rama juga menyimpan perasaan yang sama terhadapku? Tapi, aku sayang sama kamu, Nico.
“Jdi gimana nih, Nan? Loe milih yang mana? Nico atau Rama?”
“Maksud loe?”
“Aduh, Nona polos. Udah jelas kan, kalo kedua sobat kita itu, cinta sama loe. Buktinya aja mereka sampe rela adu balap motor untuk menentukan siapa yang lebih dulu menyatakan perasaannya sama loe.”
“Balap motor? Nico dan Rama? Kapan?”
“tadi malam. Dan Nico menang satu detik dari Rama. Bayangin, Nan! Dua cowok yang punya semangat, nyali, dan tujuan yang sama saling adu balap motro. Dan itu semua demi loe. Demi bisa dapetin kesempatan bisa bersama loe. Romantic banget kan, Nan.”
“Koq gue gak tau?”
“Kalo loe tau, itu artinya Tita dan Melati juga bakalan tau. Dan kami tau banget, kalian paling hobi ngelarang ini itu. Daripada dilarang, mending gak usah bilang kan?”
“Tapi, gimana kalo sampe terjadi apa-apa sama mereka?”
“Buktinya gak terjadi apa-apa kan?”
“Tapi.…”
“Udah nyampe nich, Nan. Tita dan Melati belum tau tentang perasaan Rama sama loe. So, mending loe gak usah cerita dulu sama mereka.”
Aku langsung turun dari motor Agus sambil ngucapin terimakasih. Sbeenarnya aku masih mau nanya ke Agus, dimana Nico sekarang. Tapi, keburu Agusnya tancap gas duluan.
Ya, Tuhan. Jadi tantangan yang mereka bicarakan emaren adalah adu balap motor? Dan akulah yang menjadi alasan mereka melakukan adu balap motor itu? Jika samapi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka, tentunya aku akan sangat merasa bersalah. Untunglah mereka gak kenapa-kanapa. Lalu, Nico___ Dimana Nico sekarang?
Setibanya di rumah, aku langsung mengurung diri di kamar. Dan ada sebuah perasaan aneh yang cukup mengusikku.
Haruskah aku menyimpan perasaanku terhadap Nico (lagi) demi menjaga perasaan Rama? Dan aku harus rela tidak bisa bersama dengan Nico. Dan rasanya aku tidak akan pernah bisa melupakan perasaanku pada Nico ini. Aku juga tidak mungkin bersama dengan Rama. Tentunya agar persahabatan kami tetap utuh. Atau aku bisa beicara pada Rama? Kupikir Rama adalah cowok yang cukup bijak untuk menerima siapa cowok yang ada di hatiku, meskipun orang itu adalah sahabatnya sendiri, Nico. Tapi, tentunya Rama juga akan sakit hati.
Seandainya persahabatan kami bisa tetap utuh, aku dan Nico, serta Rama bisa mengerti dan memahaminya…..
*****
Aku tersentak kaget. Kuusap kedua mataku sambil menguap. Lalu kubuka mataku dan melihat ke sekelilingku. Oh, rupanya tadi aku tertidur. Kulihat jam dindingku menunjukkan pukul 5 sore. Kuraih ponselku yang ada di atas meja di samping kanan tempat tidurku. Rupanya message alert tone dari ponselku itu yang telah membangunkanku.
Kubuka pesan singkat itu. Dari Melati.
Sekarang loe ke rumah Nico ya, Nan. Kami semua juga ke sana koq.
Eh, ke rumah Nico? Ada acara apa? Hari ini kan gak ada rencana untuk kumpul di rumah Nico.
Lalu message alert tone ponselku berbunyi lagi. Dari Tita.
Loe ke rumah Nico juga kan?
Nich anak berdua kompak banget, ya. Ya udah, aku ke rumah Nico. Mungkin ada perubahan jadwal.
Tapi, gimana sama janji aku dan Nico? Hmm… mungkin Nico mau ngasih aku kejutan. Lalu, rama gimana, ya? Fuih….
*****
Setibanya di rumah Nico, aku langsung ke paviliunnya.
Di ruang tengah, kulihat Andra dan Agus duduk di lantai bersandar di dinding sambil berangkulan. Dan tampak raut kesedihan di wajah mereak. Keduanya terdiam seperti patung. Pasrah, sepertinya.
Melihat wajah mereka yang tampak sedih itu, membuatku takut. Sebenarnya apa yang telah terjadi sampai membuat mereka sesedih dan sepasrah itu?
Aku menoleh ke arah kamar Nico, tepatnya di seberang Andra dan Agus yang lagi duduk. Pintu kamranya terbuka. Ada Melati dan Tita yang duduk saling berdempetan. Dan mata mereka tampak sembab. Serta ada mama Nico yang duduk di hadapan Tita dan Melati.
Kulangkahkan kakiku ke kamar Nico.
“Nanda!” ucap Melati lembut, namu pasti.
Melati mengulurkan tangannya, mengajakku duduk di sampingnya. Aku pun menurut. Dan mama Nico menggeser duduknya ke dekatku. Aku menatap kasur Nico yang tak beranjang. Ada suatu perasaan aneh saat aku memandangi kasur itu. Entah mengapa aku jadi merasa begitu sedih.
Andra, Agus, melati, dan Tita semuanya tampak begitu sedih. Meskipun Tita dan Melati tak henti-hentinya menguraikan air mata mereka. Sedangkan mama Nico___ meskipun kesedihan juga begitu tmapak di wajahnya, beliau tetap tampak tenang.
Sebenarnya sejak memasuki pavilion ini, aku merasa seolah tak menginjak lantai. Dan Nico___ dimana dia sekarang? Hari ini, bahkan di rumahnya pun aku tak bisa menemuinya. Bukankah mala mini adalah malam istimewa kami! Aku benar-benar bingung dengan semua ini. Bahkan perasaanku rasanya semakin kalut. Dan benakku tak pernah berhenti memikirkan Nico. Miss you, Nico!
Melati menggenggam tanganku. Dia memberiku isyarat agar aku melihat kea rah TV yang sedang menyiarkan sebuah tragedy meledaknya bom di sebuah mall yanga da di kota kami ini.
Dug! Serasa berhenti detak jantungku. Seolah ini terakhir kalinya nafasku berhembus.
Lewat layar kaca 21 inci itu, aku melihat sesosok tubuh yang telentang dengan tangan membentuk sikap siap dan mata yang terpejam. Wajahnya terlihat dengan jelas. Terlebih lagi sosok itu menggunakan jaket berwarna hijau lumut yang baru minggu kemaren kuberikan kepada seseorang sebagai hadiah ulang tahunnya. Nico!
Ya Tuhan, Nico___ Nico terkena cipratan bom yang meledak pda pukul 16.40 sore ini.
Dari TV itu kulihat banyak orang yang ingin menyaksikan tempat kejadian perkara itu. Dan polisi-polisi yang sedang mengamankan dan menyelidiki TKP. Belum diketahui motivasi dan tersangka peledakan bom itu.
Nyaliku menciut, selemah, serapuh daun kering di musim kemarau panjang. Seketika mataku memanas. Namun, tak kudapatkan air mata menetes di pipiku.
Rama berlari memasuki pavilion Nico. Setelah melihat ke arah Andra dan Agus sebentar, Rama langsung masuk ke dalam kamar Nico.
Kurasakan tubuhku semakin menciut. Rasanya aku sudah tak kuasa lagi, bahkan hanya untuk menahan tubuhku sendiri. Aku rebah. Namun, kurasakan tubuhku mendarat di sebuah tempat yang bidang dan hangat. Ternyata aku tak rebah, tapi bersandar di dada seseorang. Rama. Dia membelai rambutku dengan lembut. Seolah dia tau hal itu dapat memberiku kekuatan. Ditahannya tubuhku di dadanya.
“Hari ini pagi-pagi sekali Nico sudah pamitan.,” Mama Nico memulai ceritanya. “katanya sekolahnya absen dulu. Nico bilang, mau cari hadiah spesial untuk gadis istimewanya. Selain itu, dia juga mu ngasih surprise ke gadis itu, dinner di pinggir pantai, setelah nonton. Karena gadis itu suka sekali dengan pantai. Dan Nico harus pergi pagi-pagi untuk mempersiapkan segalanya agar dinner pertamanya dengan gadis itu tampak sempurna. Tentu saja tante mengijinkannya karena tante juga menyukai gadis itu. Dia gadis yang baik dan sopan.”
Sejenak cerita Mama Nico terhenti oleh isak tangisnya yang tertahan.
“Terakhir, Nico nelpon tante. Dia bilang, Ma, semuanya sudah siap. Sekarang Nico udah mau pulang. Ini udah di luar mall habis beli hadiah untuk nanda. Do’ain Nico ya, Ma! Tapi tiba-tiba telpon itu terputus dan tante mendengar teriakannya. Teriakan Nico…..”
Kali ini Mama Nico tak kuasa lagi menahan tangisnya.
Nico, ingin dinner dengan gadis istimewanya? Siapa? Mungkinkah gadis itu…..
“Om sudah ke sana untuk menjemput Nico. Ikhlaskan kepergian Nico ya, sayang.” Mama Nico meraih tanganku. “Meskipun Nico belum sempat menyatakan perasaannya sama Nanda, percaya sama tante kalo Nico sangat menyayangi Nanda.”
Nico…. Kita saling menyayangi. Benar-benar saling menyayangi. Aku senang sekali mengetahui hal ini. Dan sekarang…. Kau mendahuluiku bahkan sebelum aku mengetahuinya dan kau membiarkanku mengetahuinya dari orang lain. Nico….
Nico, rasa sayangku padamu akan selalu menyertai do’a-do’aku untukmu.
Aku tak marah dengan Tuhan karena telah mengambil Nico dariku bahkan sebelum aku mengetahui perasaannya yang sebenarnya terhadapku. Aku yakin, Tuhan Maha Penyayang dan Maha Mengetahui. Tuhan pasti punya rencana lain di balik semua ini. Dan Nico, aku rela kau pergi. Aku rela…. Semoga kau tenang di sana dan diterima di sisi-Nya.
Inikah jawaban dari kebimbanganku tadi siang? Kebimbanganku antara persahabatan dan cinta. Nico yang telah pergi. Tidak___ Nico tak akan pernah pergi. Dia akan selalu ada di hatiku.
Kutengadahkan wajahku pada Rama. Seketika aku merasa lebih tenang. Rama tersenyum kecil, seolah berkata, ada aku di sini.
Mama Nico melepaskan genggaman tangannya dari tanganku. Berganti dengan sebuah tangan yang dengan lembutnya menggenggam erat tanganku. Kupandangi tangan itu. Kembali perasaan nyaman itu menghampiriku.
Kutatap lagi wajah Rama. Ia kembali tersenyum sambil merangkulku.
Sejenak aku terhenyak. Senyum Rama sangat mirip dengan senyum Nico. Baru kusadari itu. Dan tampak tatapan misteriusnya selembut tatapan elang milik Nico.
Aku kembali memandangi genggaman tangan itu. Dan aku pun membalasnya.


Terimakasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar