Sabtu, 29 Juni 2013

astaghfirullah

Astaghfirullah, sering aku masih merasa terusik dengan peristiwa yang terjadi padaku.
Astaghfirullah, sering aku masih bersedih atas sesuatu yang kuanggap masalah.
Astaghfirullah, sering aku masi bergumm dalam hati jika melihat sesuatu yang kurasa tidak sesuai.
Astaghfirullah, sering aku mengomentari orang lain.
Astaghfirullah, sering aku menjelaskan sesuatu kepada orangtuaku yang mereka anggap itu sebagai bantahan.
Astaghfirullah, sering aku tak bisa diam dengan apa yang terjadi di sekitarku.
Astaghfirullah, sering aku berbicara keras dengan orangtuaku atau orang yang lebih tua dariku.
Astaghfirullah, sering aku tak sependapat dengan orang lain dan kuajukan itu dengan caraku.
Astaghfirullah, sering aku menginginkan orang lain sesuai dengan apa yang kusuka.
Astaghfirullah, sering aku menegur dengan marah orang lain saat melakukan sesuatu hal yang kurasa tidak baik, padahal aku juga pernah melakukannya.
Astaghfirullah, aku masih sering marah.
Astaghfirullah, aku masih sering berpikiran, seandainya dulu aku begitu, seandainya dulu aku begini.
Astaghfirullah, sering aku menghampiri hal yang hampir saja membuatku terjerumus.
Astaghfirullah, sering aku melanggar kata-kataku sendiri.
Astaghfirullah, aku masih belum bisa mengamalkan ilmu yang telah dititipkan-Nya padaku dengan sepenuhnya.
Astaghfirullah, aku masih sering mengeluh.
Astaghfirullah, akku masih sering tak mengerti orang lain.
Astaghfirullah, aku masih sering menyalahkan orang lain.
Astaghfirullah, aku masih sering melukai hati orang lain.
Astaghfirullah, aku masih sering berburuk sangka.
Astaghfirullah, aku masih sering bermain-main.
Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah, sebanyak itu dosaku. Bahkan belum yang lain yang belum tertulis. Bahkan jika itu diulangi.
Astaghfirullah, Ya ALLAH, bantu aku untuk bisa terus mengingat-Mu, untuk bisa terus meminta ampunan-Mu.

Hadirmu

Jangan pernah katakan itu lagi. Kau jauh lebih baik daripada yaang sebelumnya. Terlebih kau ada di sini, di sisiku, menemaniku saat aku benar-benar memerlukan seseorang yang bisa mengerti aku, yang memedulikan aku dengan caramu. Dengan izin-Nya, kau bisa membuatku kembali merasakan perasaan itu. Perasaan yang jauh lebih indah. Karena orang itu adalah kamu. Bersamamu, menatapmu dalam diam pun rasanya sudah tersampaikan segala rasaku.
Kau hadir saat aku membenci tentang itu. Kau hadir pun dengan cara yang tidak mudah. Lalu dengan perlahan kau menyentuh hatiku dengan caramu.

Bagaimana Perasaanmu Padaku

Ma’af, aku mesti membahas ini sekarang. Mestinya waktu itu aku mengatakannya. Saat kamu bilang, “..... kita jalani gini aja dulu.....”
Sebenarnya sebelumnya aku sudah merancang beberapa kalimat yang tepat, tapi akhirnya kalimat ini yang bisa kukatakan. Karena waktu itu aku menikmati saat bersamamu, aku jadi lupa kata-kata yang sudah itu.
”kita jalani gini aja dulu, begitu katamu. Lalu aku tanya, sampai kapan?’ Mungkin kau diam, bingung mau menjawab apa atau bingung dengan sikapku yang tiba-tiba menanyakan itu atau kau jawab yang lainnya. Aku tak tau apa.
Tak peduli apa yang kau pikir tentang aku yang menanyakan itu. Aku hanya ingin tau apa jawabanmu. Lebih tepatnya lagi (yang kuharap kau sendiri yang mengerti tanpa kukatakan, karena aku sebenarnya malu menanyakan ini).
Lalu, bagaimana selanjutnya jika akhir dari selama selang waktu yang kamu sebutkan itu positif? Lalu bagaimana jika akhirnya negatif? Apa masing-masing dari kita bisa bertanggung jawab dengan apa yang kita rasakan saat ini?
Aku tersenyum.
Kau bingung dengan apa yang kukatakan? Atau kau menertawakanku dengan kata-kataku yang berputa-putar, yang sebenarnya kau sudah mengerti maksudku?
Bagaimana tanggapanmu selanjutnya?
Entahlah. Lalu, bagaimana perasaanmu padaku?
..............................................

Tentang Dia, Ia, dan Dia

Ternyata perasaan ini tak begitu saja menghilang. Bahkan setelah aku memilikinya. Kupikir aku bisa melupakannya. Kupikir aku tak lagi mengingat tentangnya, mnegingat tentang kebersamaan kami.
Benarkah aku yang tak mengerti keadaan? Benarkah aku yang terburu-buru memilih? Benarkah aku yang terburu-buru mengambil keputusan?
Apakah ini hukuman buatku karena aku yang mencoba menghilang darinya. Aku tidak yakin betul bagaimana perasaan ini? Apakah ini hanya karena aku yang penasaran dengannya? Atau karena memang rasa itu ada? Entahlah. Yang aku tahu, aku nyaman bersamanya yang saat ini. Aku menerimanya dengan baik. Dia pun begitu.
Yang tak kumengerti, kenapa kadang masih ada hal yang membuatku berpikir tentangnya? Kadang kuberpikir kenapa dia tak mengungkapkannya saja saat itu? Kadang kuberpikir, kenapa dia tak memberiku sinyal itu. Hmm... mungkin sebenarnya aku yang mencoba tak membaca sinyal itu? Bahkan mungkin, seperti ingin tak mengambil keputusan itu.
Oh, tidak. Ma’afkan aku. Aku tak bermaksud mengingkari keberadaan dia yang di sisiku saat ini.

Aku percaya pada-Mu

Aku percaya pada-Mu.
Saat aku gundah, bingung, resah Kau berikan jawaban lewat kejadian lain di sekitarku. Kau buat aku tenang dengan mengetahui itu. Bahkan Kau mengizinkan aku memikirkannya bahwa ini adalah bantuan-Mu.
Aku tersenyum, malu sendiri rasanya kalau aku ingat saatku gundah karena perkara hidup padahal aku sudah tahu bahwa ini adalah ketentuan-Mu. Dan Engkau tidak mungkin menimpakan sesuatu kepada hamba-Mu yang ia tidak sanggup menyandangnya.

Sabtu, 22 Juni 2013

pagi ini indah

Pagi yang cerah. Indah.
Sudah lama rasanya tak menikmati pagi seindah ini. Penuh semangat. Terang. Hangat. Biru. Putih. Sejuk. Damai. Hijau. Ketenangan.
Tak ada gundah. Tak ada keraguan. Seolah hidup hanya hari ini. Sangat menikmati. Ya ALLAH, terimakasih atas ini semua.
Sayangku, semoga berikutnya tak ada lagi keraguan itu. semoga tak terpengaruhi begitu besarnya oleh ketakutan itu.
Sayangku, terimakasih atas kehadiranmu yang meski tak nyata bagi sekitarku. Meski kita belum bisa saling pandang seutuhnya secara nyata. Tapi, bagiku kaulah yang paling nyata. Kau tenangkan aku dengan senyummu. Kau hadirkan senyumku dengan tingkahmu. Kau tenangkan gundahku dengan sabarmu untuk di sisiku saat keadaanku tidak baik. Meski kita tak bisa saling bersentuhan. Tapi yakinlah hati kita tetap berdekatan dengan seizin-Nya. Rasa kita pun tak ubah. Karena Dia yang memeliharakannya jika kita tak melanggar batas-batas itu.
Ma’afkan aku, sayangku. Bagimu, mungkin aku lebih sering mengajukan kenakalanku. Kau tahu maksudku ini (aku tersenyum malu). Aku sungguh tak bermaksud buruk. Kadang aku hanya ingin kau tahu sisiku yang lain itu. 
Sayangku, jalan kita sekarang memang berbatu dan mungkin berkelok. Percayalah, itu cara-Nya untuk menempa level kesabaran kita untuk bisa saling tersenyum berhadapan karena-Nya dan seizin-Nya. Dan untuk melangkah di jalan berikutnya. untuk selalu berpegangan, berikutnya. Yakinlah pada-Nya, Dia akan menyatukan kita dalam ikatan suci-Nya dengan jalan yang telah dituntunkan-Nya bagi kita.
Senyumku selalu untukmu dari hatiku yang terdalam, sayangku. Siagaku menjaga diriku sampai kita dipersatukan-Nya dalam ikatan yang suci dan halal, sayangku.
Kuharap kau juga begitu. Kita saling menjaga hati ini dengan do’a dan sikap manis itu, dan usaha yang diridhoi-Nya.
Sayangku, mari kita saling menyabarkan diri hingga masanya tiba dimana kita bisa saling berbagi atas izin-Nya.
Sayangku, mari kita terus saling berdo’a dan berusaha untuk mendapatkan ridho-Nya.

Selasa, 11 Juni 2013

Rindu ini

Astaghfirullah
Astaghfirullah
Astaghfirullahal’azim
Rasa ini...
Rasanya begitu menyesak di dadaku.
Bahkan aku tidak tahu bagaimana caraku mengelolanya.
Ya ALLAH
Bagaimana aku menyampaikannya?
Aku begitu merindukannya.
Aku menangis saat merasakan rindu ini. Menangis bukan karena tak bisa langsung menemuinya di dunia nyataku. Aku menangis karena tak tahu bagaimana cara mengelola rindu ini? Aku takut rasa rindu ini menghalangi rasa cintaku pada ALLAH SWT. Aku takut karena pikiranku sering tertuju padanya bukan pada-Nya.
Aku bisa saja langsung menemuinya. Tapi, aku takut, aku tak bisa memikirkan hal lainnya saat bersamanya karena hanya ada dia yang kulihat.
Aku takut rindu ini menginfeksi seluruh bagian tubuhku. Sedangkan hati, pikiran dan pandanganku telah dirongrongnya. Bagian utama dari tubuhku. Jika itu terjadi, maka mungkin syahwat telah menguasaiku. Ini pun ia telah mencoba menuntunku. Dengan mengajakku memikirkannya, mengajakku membayangkannya. Rindu ini pun berbisik padaku untuk menerobos batas itu agar bisa menjadikannya nyata bukan hanya bernama rindu. Aku takut. Aku benar-benar takut. Aku bahkan ingin selalu melihat wajahnya. Ingin menyentuh wajahnya. Ingin selalu berada di sisinya. Yang pada akhirnya aku takut bertemu dengannya. Karena aku takut melampaui batas itu. karena aku bukan wanita yang halal baginya. Dia pun belum tentu pria pemilik tulang rusuk ini.
Aku percaya, aku tak perlu mengejarnya, aku tak perlu mencarinya karena jika kami memang diciptakn-Nya untuk bersama kami akan bertemu dengan cara dan waktu yang telah ditentukan-Nya.
Aku tau, aku tidak sebaik yang kutulis ini, bahkan aku telah melanggar beberapa batas itu. kami bertemu. Kami berbicara. Kadang kami saling pandang. Kadang kami saling melarang. Kadang kami saling menegur. Ya, kami memang satu tempat kerja.
Lalu rindu ini semakin menggerogoti hatiku. Bagaimana ini? Ya ALLAH, Engkau Maha Penolong. Hamba mohon Ya ALLAH, tolonglah diri yang hina ini. Tak apa jika ini sebagai hukuman bagi hamba yang hina ini. Tapi, YaALLAH, jangan pernah tinggalkan hamba. Tetap tunjukkanlah jalan-Mu itu. tetap tuntunlah hamba. Dan .... Bolehkah aku meminta hal itu? Bolehkah aku meminta untuk bersamanya dalam ridha-Mu yang disebut pernikahan itu?
Astgahfirullah, ma’afkan hamba Ya ALLAH karena meminta hal ini, padahal hamba tahu Engkau telah menentukan yang terbaik bagi hamba kelak.
Ya ALLAH, bantulah hamba. Enkau Maha Mengetahui, Ya ALLAH. Tanpa hamba meminta pun Engkau telah tahu keinginan ini. Tanpa mengadu pun Engkau telah tahu perihal diri ini. Ya ALLAH, hamba mohon bantulah hamba.

kebahagiaan ini

Kebahagiaan yang seutuhnya bagi seorang wanita adalah ketika sang calon pendamping hidupnya selesai mengucapkan ijab qabul di hari pernikahan mereka. Tiada kata terucap. Jauh lebih terutama, ucapan rasa syukur yang begitu dalam kepada Sang Khaliq. Karena telah pada waktunya seperti yang telah dijanjikan-Nya, telah menyatukan mereka dalam ikatan yang suci dan halal setelah melewati berbagai hal yang berliku dan tak jarang menusuk tajam. Melewati berbagai penyebab tangisan. Tertawa dalam berbagai kesenangan.
Pria dan wanita yang sama-sama telah saling menjaga kehoratan dirinya, untuk pertama kalinya berjabat tangan seusai pengucapan aqad nikah. Dengan khusu’ dan rasa haru atas syukur yang begitu besana ini, sang istri (begitulah gelarnya sekarang, atas izin ALLAH SWT) mencium tangan suaminya (dia pun sekarang telah resmi menyandang gelar ini).
Subhanallah.
Sampai sudah engkau di dermaga pernikahanmu, wahai saudariku. Kau pun dapat bernafas dengan lega.
Yang pada akhirnya ALLAH SWT dengan segala karunia-Nya telah menunjukkan yang terbaik bagi mereka.