Rabu, 23 Juni 2010

postpartum blues

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Post Partum Blues merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti kemunculan kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu.
Kontinum permasalahan dan kondisi berlanjut tersebut digolongkan dalam jenis gangguan depresi. Kemunculan depresi ini diperikirakan setelah 4 minggu setelah melahirkan atau secepatnya setelah bayi keluar dari rahimnya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu depresi ini. Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan depresi post partum blues, walau demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan keluarga yang tepat.
Post Partum Bluess ditandai dengan gejala-gejala seperti : reaksi depresi, sedih, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.
Post-Partum Blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.


Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah:
1) Faktor hormonal
Berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi
2) Faktor demografik
Yaitu umur dan paritas
3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
4) Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan
Yaitu tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan,
riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam kasus ini adalah “bagaimana proses asuhan kebidanan klien dengan post partum bluess”. Dengan mengetahui karektaristik tersebut, diantaranya yaitu :
• Pengertian Post Partum Bluess ?
• Apa penyebab terjadinya Post Partu Bluess ?
• Bagaimana kondisi ibu yang memungkinkan terjadinya Post Partum Bluess ?
• Apa gejala yang terjadi ?
• Bagaimana cara mengatasinya ?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan post partum bluess tersebut.
b. Untuk mengetahui penyebab terjadinya post partum blues.
c. Mengetahui cara penanganan post partum bluess sedini mungkin sebelum berlanjut ketingkat yang lebih parah.

D. MANFAAT
1. Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab, penatalaksanaan, penanganan dan pencegahan post partum blues.
2. Bagi pembaca



BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Post Partum Blues merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti kemunculan kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu. Kemunculan depresi ini diperikirakan setelah 4 minggu setelah melahirkan atau secepatnya setelah bayi keluar dari rahimnya.
Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma.
Post Partum Bluess ditandai dengan gejala-gejala seperti : reaksi depresi, sedih, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari.
Beberapa kondisi yang dapat memunculkan depresi post partum blues :
1. Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk depresi sebelum hamil.
2. Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil, seperti kehilangan suaminya.
3. Melahirkan di bawah usia 20 tahun.
4. Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca melahirkan yang tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya.
5. Ketergantungan pada alkohol atau narkoba.
6. Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, suami, dan teman.
7. Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau orang yang bersangkutan dengan sang ibu.
8. Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan perawatan bayi.
9. Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak.
10. Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa sebelum kehamilan.

Gejala Utama :
 Perasaan negatif terhadap bayi yang dilahirkannya.
 Kesulitan untuk tidur.
 Perubahan drastis berat badan.
 Kelelahan dan lesu.
 Adanya perasaan untuk membenci pada diri sendiri, perasaan bersalah, individu merasa dirinya tidak berguna untuk orang lain.
 Sama sekali tidak bisa berkonsentrasi terhadap masalah kecil sekali pun.
 Menarik diri dari lingkungan, kehilangan terhadap minat social.
 Mudah marah, mudah terhasut dan kegelisahan secara mendalam.
 Kehilangan gairah terhadap sesuatu hal (aktivitas).
 Kehilangan harapan, pesimistik.
 Merencanakan dan percobaan untuk bunuh diri.

Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah:
1. Faktor hormonal
Berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi
2. Faktor demografik
Yaitu umur dan paritas
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
4. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan
Yaitu tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan,
riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman).

Untuk mengatasinya ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Aturlah waktu untuk beristirahat, coba untuk tidur terutama saat bayi sedang tidur.
2. Berolahraga secara teratur, terutama selepas melahirkan ada senam nifas yang dapat dilakukan selama 40 hari setelah melahirkan.
3. Konsumsi makanan yang sehat.
4. Tingkatkan rasa percaya diri, yakinkan bahwa anda adalah seorang ibu yang hebat meskipun bukan seorang superwoman.
5. Luangkan waktu untuk diri sendiri seperti jalan-jalan ke swalayan, pergi ke salon.
6. Menyadari bahwa setiap bayi adalah individu yang unik dan merupakan anugerah terindah yang dipercayakan kepada ibu untuk dibesarkan dengan penuh kasih sayang.
7. Menyadari bahwa ada ibu lain yang mengalami hal serupa, oleh karena itu berbagi pengalaman dan belajar dengan ibu-ibu yang lain juga dapat membantu mengatasi keadaan ini.



BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Post Partum Blues merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti kemunculan kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu. Kemunculan depresi ini diperikirakan setelah 4 minggu setelah melahirkan atau secepatnya setelah bayi keluar dari rahimnya.
Post Partum Bluess ditandai dengan gejala-gejala seperti : reaksi depresi, sedih, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.
Faktor penyebab terjadinya post Partum Bluess, antara lain adalah:
1. Faktor hormonal
2. Faktor demografik
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
4. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan

Cara mengatasinya adalah, dengan mempersiapkan persalinan dengan lebih baik, tidak hanya materi tapi yang lebih penting dari segi psikologi dan mental si Ibu. Agar Ibu dapat mengatur dan beradaptasi terhadap setiap perubahan yang ada didalam dirinya maupun diluar dirinya, mulai saat kehamilan, proses persalinan dan setelah persalinan. Selain itu perhatian-suport dari suami, teman terdekat dan keluarga sangat dibutuhkan.
Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi.
Dukungan yang memadai dari para petugas kesehatan, yaitu: dokter , bidan, dan perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai, adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.Agar ibu merasaa lebih percaya diri.
Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan para ibu yang mengalami Post-Partum Blues . Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

cephalhematoma

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cefalhematum biasanya disebabkan oleh cedera pada periosteum tengkorak selama persalianan dan kelahiran, meskipun dapat juga timbul tanpa trauma lahir. Sefalhematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Insidennya adalah 2,5 %. Perdarahan dapat terjadi di satu atau kedua tulang parietal. Tepi periosteum membedakan cefalhematum dari caput sucsedeneum. Caput terdiri atas pembengkaakan local kulit kepala akibat edema yang terletak di atas periosteum. Selain itu, sefalhematum mungkin timbul beberapa jam setelah lahir, sering tumbuh semakin besar dan lenyap hanya setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah pada kasus ini adalah bagaimana memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan Cephalhematoma.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan Cephalhematoma.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian cephalhematoma
b. Mengetahui faktor predisposisi cephalhematoma
c. Mengetahui tanda dan gejala cephalhematoma
d. Mengetahui pengkajian cephalhematoma
e. Mengetahui komplikasi cephalhematoma
f. Mengetahui Penatalaksanaan cephalhematoma
D. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Penulisan laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan kebidanan.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi serta memberikan manfaat bagi petugas kesehatan khususnya bidan dalam penanganan kepada bayi baru lahir dengan Cephalhematoma.
3. Bagi Institusi Pendidikan Akademi Kebidanan Sari Mulia
Penulisan laporan ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu, wawasan dan menambah pembelajaran pendidikan terutama akademi kebidanan.


BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Cephalhematoma adalah perdarahan sub periosteal akibat ruptur pembuluh darah antara tengkorak dan periosteum.
Cephalhematoma adalah perdarahan superfisial akibat kerusakan jaringan periosteum karena tekanan jalan lahir dan tidak melampaui batas garis tengah.
Cephalhematoma adalah pembengkakan pada kepala karena adanya penumpukan darah yang disebabkan perdarahan sub periosteum.

B. Faktor Predisposisi
1. Tekanan jalan lahir yang terlalu lama pada kepala saat persalinan
2. Moulage terlalu keras
3. Partus dengan tindakan seperti forcep, vacum ekstraksi

C. Gejala Tanda Dan Gejala
1. Baru tampak 6-8 jam setelah lahir, besar, hilang 16-22 jam atau beberapa minggu kemudian.
2. Lunak, tetapi tidak leyok pada tekanan dan berfluktuasi.
3. Pembengkakan terbatas.
4. Tidak melewati sutura.
5. Tempatnya tetap.
6. Karena perdaraahan subperiosteum

D. Pengkajian
1. Subyektif
a. Identitas :
Terjadi pada BBL terutama nampak jelas pada beberapa hari setelah lahir (6-8 jam)
b. Keluhan
Benjolan di kepala bayi beberapa jam setelah lahir
2. Obyektif
a. Benjolan di kepala bayi, biasanya pada daerah tulang parietal, oksipital
b. Berkembang secara bertahap dalam waktu 12-72 jam
c. Pembengkakan kepala berbentuk benjolan difus
d. Berbatas tegas, tidak melampaui batas sutura
e. Perabaan, mula-mula keras lama kelamaan lunak
f. Pada daerah pembengkakan terdapat pitting odema
g. Sifat timbulnya perlahan, benjolan tampak jelas setelah 6-8 jam setelah lahir
h. Bersifat soliter / multiple
i. Anemi, hiperbilirubin bila gangguan meluas
j. Jarang menimbulkan perdarahan yang memerlukan transfusi, kecuali bayi yang mempunyai gangguan pembekuan
k. Pemeriksaan radiologi : bila ada indikasi gangguan nafas, benjolan terlalu besar
3. Assesment
a. Diagnosa : Cephalhematoma
b. Masalah : Kecemasan orang tua
4. Planning
a. Prinsip intervensi sama dengan caput succedaneum
b. Riwayat bayi seperti bayi normal, bila tidak ada komplikasi lanjut (fraktur tengkorak)
c. Observasi ketat untuk mendeteksi perkembangan
d. Pantau hematokrit, pantau adanya hiperbilirubin
e. Berikan ASI secara adekuat
f. Cegah infeksi: bila ada permukaan yang mengalami luka maka jaga agar tetap kering dan bersih
g. Rujuk : bila ada fraktur tulang tengkorak, cefalhematoma yang terlalu besar
h. Bila tidak ada komplikasi : tanpa pengobatan khusus akan sembuh / mengalami resolusi dalam 2 - 8 minggu

E. Komplikasi
1. Ikterus
2. Anemia
3. Infeksi
4. Kalasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun
F. Penatalaksanaan
Pada neonatus dengan sefalhematoma tidak diperlukan pengobatan, namun perlu dilakukan fototerapi untuk mengatasi hiperbilirubinemia.
1. Tidak perlu tindakan khusus.
2. Benjolan akan hilang sendiri dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
3. Observasi terhadap bilirubinemia dan trombositopenia.
4. Dapat diberi vitamin K untuk mengurangi perdarahan.
5. Pemeriksaan x-ray tengkorak, bila dicurigai adanya fraktur (mendekati hampir 5% dari seluruh cephalhematoma)
6. Pemantauan bilirubinia, hematokrit, dan hemoglobin
7. Aspirasi darah dengan jarum suntik tidak diperlukan
8.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR
DENGAN CEPHALHEMATOMA
DI KLINIK AKBID SARI MULIA

Tanggal Pengkajian : 20 April 2010
Jam Pengkajian : 15.30 WITA
Tempat Pengkajian : Klinik Akbid Sari Mulia

A. SUBJECTIVE DATA
1. Identitas
Bayi
Nama : Bayi Ny. Ani
Tanggal/ jam lahir : 10 april 2010 / 13.30 WITA
Jenis kelamin : Laki-laki

Orang tua Ayah Ibu
Nama Tn. Ahmad Ny. Ani
Umur 22 Tahun 20 Tahun
Agama Islam Islam
Suku/bangsa Banjar/Indonesia Banjar/Indonesia
Pendidikan SMU SMU
Pekerjaan Swata IRT
alamat Jl. Pramuka Gg. Melati RT. 14 Jl. Pramuka Gg. Melati RT. 14

2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan telah melahirkan 6 jam yang lalu dan khawatir dengan keadaan bayinya karena terdapat benjolan di kepala bayinya.

3. Riwayat perinatal
a. Kehamilan : 1
b. Tempat ANC : BPS dan PKM
c. Imunisasi TT : Lengkap
d. Obat yang pernah diminum saat hamil : B6, kalk, antasid, dan FE
e. Penerimaan ibu/keluarga terhadap kehamilan : Baik
f. Masalah yang dialami saat hamil :
No. Keluhan UK Oleh Terapi
1 pusing 30 minggu Bidan FE

4. Riwayat Intranatal
a. Persalinan ke : 1
b. Tempat dan penolong persalinan : Klinik dan Bidan
c. Masalah saat persalinan : Tidak ada
d. Cara persalinan : Spontan belakang kepala
e. Lama persalinan
Kala I : sekitar 8 jam
Klaa II : sekitar 1 jam
f. Keadaan bayi saat lahir : Hidup, segera menangis, BB 2700 gr, PB 49 cm.

5. Riwayat Kesehatan
a. bayi : Bayi segera menangis,
b. keluarga : Keluarga tidak pernah mendertia penyakit menular seperti hepatitis, TBC, dan AIDS. Serta tidak pernah menderita penyakit menurun seperti penyakit jantung, asma, dan DM.

6. Status Imunisasi
Hepatitis B : 2 jam setelah bayi dilahirkan
Vitamin K : 1 jam setelah bayi dilahirkan


7. Pola Kebutuhan Biologis
a. Nutrisi
Jenis yang dikonsumsi : ASI
Frekuensi : Sesering mungkin
Banyaknya : Sampai kenyang

b. Eliminasi
BAB BAK
Frekuensi : Belum Frekuensi : 1 x
Warna : - warna : Kuning jernih
Konsistensi : - Bau : Khas
Masalah : Tidak ada
c. Personal hygine
Frekuensi mandi : Belum
Frekuensi ganti pakaian : Sesuai dengan kebutuhan
Penggunaan popok anti tembus : -

8. Data Psikososial dan Spiritual
a. Tanggapan ibu dan keluarga terhadap kelahiran bayi : Senang
b. Tanggapan ibu dan keluarga terhadap keadaan bayi : Khawatir
c. Pengambil keputusan dalam keluarga : Suami
d. Pengetahuan keluarga tentang perawatan bayi : Bidan
e. Kegiatan ritual dalm keluarga terkait dengan kelahiran :Tasmiyah dan aqiqah

B. OBJECTIVE DATA
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital : Jantung 128 x/menit, Respirasi 45x/menit, suhu 37 °C
d. Apgar skor : 8
2. Pemeriksaan antropometri
a. BB : 2700 gr
b. PB : 49 cm
c. Lingkar kepala
Circum ferentia suboccipito bregmatika : 33 cm
Circum ferentia fronto occipitalis : 34 cm
Circum ferentia mento occipitalis : 35 cm
d. Lingkar dada : 34 cm
e. LILA : 11 cm

3. Pemeriksaan khusus
Kepala : Ubun-ubun datar, sutura terpisah, ada benjolan lunak
Mata : Tidak tampak pembengkakan kelopak mata, tidak ada pengeluaran cairan, sklera tidak ikterik.
Telinga : Simetris, tidak ada pengeluaran cairan.
Hidung : Simetris, tidak ada polip, tidak ada pergerakan cuping hidung.
Mulut : Terdapat celah di bibir atas sebelah kiri dan bibir berwarna merah.
Dada/mamae : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak ada retraksi dada dan terdapat areola pada mammae.
Perut : Tidak ada benjolan, tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
Tungkai : Simetris, lengkap, gerakan aktif, warna kulit kemerahan, tidak ada fraktur.
Genetalia : Testis sudah turun ke skrotum.
Anus : Berlubang.

4. Pemeriksaan refleks primitif
a. Reflek moro : +
b. Reflek rooting : +
c. Reflek grasphink : +
d. Reflek sucking : +
e. Reflek tavick neck : -
f. Reflek baby sky : -

5. Pemeriksaan perkembangan bayi
a. Kemampuan bahasa bayi : Menangis
b. Kemampuan motarik halus : -
c. Kemampuan motarik kasar : -
d. Adaptasi sosial : -

6. Pemeriksaan penunjang : Tidak dilakukan

C. ASSESMENT
a. Diagnasa kebidanan : Bayi lahir normal, spontan belakang kepala dengan Cephalhematoma
b. Masalah : Kecemasan orang tua bayi
c. Kebutuhan : Konseling tentang perawatan bayi dengan cephalhematoma

D. PLANNING
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa denyut jantung 128 x/menit, R 45 x/menit, T 37 °C, serta terdapat benjolan lunak pada kepala.
”Ibu mengetahui hasil pemeriksaan.”

2. Memberitahukan kepada ibu tentang penanganan bayi dengan cephalhematoma, yaitu bahwa tidak diperlukan pengobatan atau tindakan khusus, karena benjolan akan hilang sendiri dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
“Ibu mengetahui tentang penanganan bayi dengan cephalhematoma.”

3. Memberikan support pada ibu dan keluarga agar dapat menerima keadaan bayinya dengan baik dan senantiasa merawat bayinya. Dan menjelaskan kemungkinan komplikasi yang terjadi pada bayi, yaitu :
a. Ikterus
b. Anemia
c. Infeksi
d. Kalasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun
“Ibu dan keluarga mengerti dengan keadaan bayinya dan bersedia merawat bayinya dengan baik. Dan mereka mengetahui komplikasi yang mungkin akan terjadi.”
4. Menganjurkan ibu untuk mencegah infeksi dengan cara menjaga benjolan agar tetap kering dan mencegah luka dengan cara menjaga daerah benjolan dari benda keras yang bisa menyebabkan trauma.
“Ibu bersedia mencegah infeksi dan mencegah luka pada daerah benjolan kepala bayinya.”
5. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin atau setiap bayinya menangis selama enam bulan sebagai ASI ekslusif.
”Ibu bersedia memberikan ASI ekslusif.”

6. Menganjurkan ibu untuk mempertahankan kehangatan bayinya dengan cara tetap menyelimuti bayi dari kepala sampai kaki agar bayi tidak hipotermi.
”Ibu bersedia untuk tetap menjaga kehangatan batinya.”

7. Memberitahukan kepada ibu cara perawatan tali pusat bayi, yaitu dengan menjaganya tetap bersih dan kering, seerta tidak memberikan alkohol, bedak dan lain-lain, sehingga dapat melindungi bayi dari kemungkinan infeksi
”Ibu mengerti cara perawatan tali pusat dan bersedia melakukannya.”

8. Menganjurkan ibu agar selalu menjaga kebersihan bayi dengan mandi 1-2 x sehari, ganti popok setiap kali sehabis BAK dan BAB, mengganti pakaian bila terlihat kotor dan tidak memberikan bedak pada alat kelamin bayi.
“Ibu bersedia melakukan apa yang telah dianjurkan.”

9. Menjelaskan tanda bahaya yang mungkin terjadi pada bayi seperti bayi malas menyusui, demam, kejang, perdarahan tali pusat, kulit kebiruan, nanah yang berbau pada tali pusat, megap-megap, dan menganjurkan ibu untuk segera datang ke tenaga kesehatan terdekat jika hal tersebut terjadi.
“Ibu mengetahui tanda bahaya pada bayi baru lahir dan bersedia segera datang ke tenaga kesehatan terdekat jika hal tersebut terjadi.”

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cephalhematoma merupakan perdarahan subperiosteum. Sefalhematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala.
Pada neonatus dengan sefalhematoma tidak diperlukan pengobatan karena benjolan akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan bila tidak ada komplikasi.
B. Saran
Pada cephalhematoma bidan bisa menjelaskan kepada ibu dan keluarga bayi bahwa tidak diperlukan tindakan atau penanganan khusus bila tanpa komplikasi. Salah satu penyebab cephal hematoma adalah trauma lahir, karena itu untuk mencegah terjadinya cephalhematoma bisa dilakukan dengan memimpin persalinan yang aman dan tepat.

hemoragic post partum

BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam laterbelakang maka penulis menarik suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan masa nifas?
2. Apa saja tahapan masa nifas?
3. Apa saja yang menjadi kebutuhan dasar masa nifas?
4. Bagai mana cara memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas?
5. Apa yang dimaksud dengan hemoragic post partum?
6. Apa penyebab hemoragic posprtum?
7. Bagaimana pencegahan dan penanganan hemoragic postpartum?

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Kami mengangkat makalah tentang asuhan kebidanan pada masa nifas dengan hemoragic post partum adalah untuk menambah pengetahuan mengenai pelayanan atau asuhan yang diberikan pada masa nifas dengan keadaan tersebut.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian masa nifas.
b. Mengetahui apa saja tahapan masa nifas.
c. Mengetahui apa saja yang menjadi kebutuhan dasar masa nifas.
d. Mengetaui bagaimana cara memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas.
e. Mengetahui hemoragic post partum.
f. Mengetahui penyebab hemoragic posprtum.
g. Mengetahui cara pencegahan dan penanganan hemoragic postpartum.

D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini, yaitu:
1. Bagi mahasiswa
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas dengan hemoragic post partum.

2. Bagi pembaca
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca sehingga dapat mengetahui pengertian masa nifas, tahapan masa nifas, kebutuhan masa nifas dan bagai mana cara memberikan asuhan masa nifas dengan hemoragic post partum.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Masa Nifas

Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui periode puerperium di sebut puerpura. Puerperium (Nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu.
Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bias jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari.
Jadi Masa Nipas (puerperium ) adalah masa setelah keluarnya plecenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.


B. Tujuan Asuhan Masa NIfas

Asuhan nifas diperlukan pada periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
1. Tujuan Umum :
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak.
2. Tujuan Khusus :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.


C. Tahapan Masa Nifas

Nifas dibagi dalam 3 periode yaitu
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu keputihan menyeluruh alat-alat genetalia lamanya 6-8
minggu.
3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bias berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.


D. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

Nutrisi dan cairan, ambulasi atau mobilisasi, eliminasi (BAB dan BAK), kebersihan diri dan perineum, istirahat, seksual, latihan senam nifas


E. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas

Dalam kebijakan program nasional masa nifas adalah melakukan kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah , mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Waktu kunjungan :
Kunjungan 1 : 6 – 8 PP
Kunjungan 2 : 6 hari PP
Kunjungan 3 : 2 minggu PP
Kunjungan 4 : 6 minggu PP


F. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Pada Masa Nifas

1. Mendeteksi konplikasi dan perlunya rujukan.
2. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman.
3. Memfasilitasi hubungan ikatan batin antara ibu dan bayi.
4. Memulai dan mendorong pemberian ASI. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya.
5. untuk mempercepat proses pemulihan.
6. mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama priode nifas.


G. Definisi Hemoragic Post Partum
— Perdarahan post partum adalah hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml dalam 24 jam pertama setelah anak lahir, atau setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio sesarea.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998).
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).


H. Epidemiologi Hemoragic Postpartum
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.

I. Klasifikasi
,—Klasifikasi perdarahan postpartum :
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.


J. Etiologi

Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi dan penyebabnya :
Perdarahan postpartum dini
1. Atonia uteri
Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
a. Regangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar
b. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep.
c.Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
d. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
e. Infeksi intrauterin (korioamnionitis)
f. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
g. Umur yang terlalu muda / tua
h. Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
i. Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2. Robekan jalan lahir
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan jalan lahir terdiri dari:
a. Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau melingkar.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.
b. Hematoma vulva
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
c. Robekan dinding vagina
d. Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9.
3. Retensio plasenta
plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Faktor predisposisi :
a. Plasenta previa
b. Bekas SC
c. Kuret berulang
d. Multiparitas
Penyebab :
a. Fungsional
1. HIS kurang kuat
2. Plasenta sukar terlepas karena :
3. Tempatnya : insersi di sudut tuba
4. Bentuknya : placenta membranacea, placenta anularis.
5. Ukurannya : placenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhesiva
b. Patologi- Anatomis
1. Placenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium
2. Placenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
3. Placenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa
Plasenta akreta ada yang komplit ialah kalau seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim dan ada yang parsialis ialah kalau hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang terjadi komplit begitu juga placenta increta dan percreta jarang terjadi. Sebabnya plasenta akreta adalah kelainan decidua misalnya desidua yang terlalu tipis. Plasenta akreta menyebabkan retensio plasenta.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat konstraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual atau kuret dan pemberian uterotonika.
4. Gangguan pembekuan darah
Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protombin dan PTT (partial thromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau EACA (epsilon amino caproic acid).
Perdarahan postpartum lambat :
1. Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
3. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
Pada subinvolusio proses mengecilnya uterus terganggu. Faktor yang menyebabkan itu antara lain tertinggalny aplasenta dan selaput ketuban dalam uterus. Pada peristiwa ini lochea bertambah banyak dan tidak jarang terjadi perdarahan. Pada pemeriksaan ditemukanuterus lebih besar dan lebih lembek daripada seharusnya, mengingat lamanya masa nifas.
3. Dari luka bekas seksio sesaria

K. Tanda dan Gejala
Gejala Klinik Atonia Uteri
1. Perdarahan pervaginam masif
2. Konstraksi uterus lemah
3. Anemia
4. Konsistensi rahim lunak, 12
Klinik Robekan jalan lahir
1. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
2. Uterus kontraksi dan keras
3. Plasenta lengkap
4. Pucat dan Lemah
Klinis retensio plasenta
1. Perdarahan pervagina
2. Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi
3. Uterus berkonstraksi dan keras

L. Diagnosis
— Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
Diagnosis atonia uteri :
1. Bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal
2. Pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
3. Konstraksi yang lembek.
4. Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

M. Pencegahan dan Penanganan
— Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
—Penanganan umum pada perdarahan post partum :
1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
4. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
5. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6. Atasi syok
7. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
9. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
11. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
Penanganan atonia uteri :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. 13
Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut :
a. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
b. Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara :
- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c
- Memberikan derivat prostaglandin
- Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
- Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal
- Kompresi aorta abdominalis
c. Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.
Penanganan Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva :
Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
1. Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
2. Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
3. Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
4. Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
Penangana hematoma :
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
Penanganan Robekan dinding vagina :
1. Robekan dinding vagina harus dijahit.
2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.
Penanganan robekan serviks :
Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster. Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.
Penanganan retensio plasenta :
1. kalau placenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka dilakukan manual plasenta.
a. Teknik pelepasan placenta secara manual: alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.
b. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas.
c. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
2. Plasenta akreta
Terapi : Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.
Pencegahan gangguan pembekuan darah
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
2. Mengenal factor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun
6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan pasca persalinan dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
Penanganan sisa plasenta
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3.Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
3. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
4. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
5. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5

















BAB III
KASUS


ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS HARI KE 14
DENGAN HEMORAGIC POST PARTUM
DI KLINIK AKBID SARI MULIA


Tempat Pengkajian : KLINIK AKBID SARI MULIA
Hari/Tanggal pengkajian : Selasa, 5 Januari 2010

A. Data subjektif

1. Identitas

Istri
Nama : Ny. A
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Pramuka. Gg. teratai

Suami
Nama : Tn. H
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Pramuka. Gg. teratai

2. Keluhan Utama
ibu mengatakan telah melahirkan dua minggu yang lalu, mengeluh pusing.

3. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali, kawin pertama kali umur 23 tahun, dengan suami sekarang sudah 2 tahun.

4. Riwayat obstetri P1 A0

5. Riwayat perkawinan sekarang
a. umur kehamilan saat melahirkan : Aterm (40 minggu)
b. Tanggal / jam melahirkan : Rabu, 22 desember 2009/ 07.30
c. Tempat melahirkan / penolong : klink/bidan
d. Lama proses persalinan
- Kala 1 : 12 jam
- Kala II : 10 jam
- Kala III : 30 menit
- Kala IV : 2 jam


e. Jenis persalinan : Spontan, belakang kepala
f. Penyulit saat persalinan : Tidak ada
g. Tindakan saat persalinan

- Pelebaran jalan lahir : Tidak
- Penjahitan luka jalan lahir : Tidak
- Keadaan bayi yang dilahirkan : Segera menangis dengan BB=2800gr, PB=50cm dan jenis kelamin perempuan

6. Riwayat keluarga berencan
a. Jenis : Suntik 3 bulan
b. Lama : 2 tahun
c. Masalah :Tidak ada

7. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu
ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, AIDS, hepatitis, dll. Serta tidak pernah menderita penyakit menurun seperti penyakit jantung, asma, DM, dll.
b. Riwayat kesehatan keluarga
ibu mengatakan keluarga ibu dan suami tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, AIDS, hepatitis, dll. Serta tidak pernah menderita penyakit menurun seperti penyakit jantung, asma, DM, dll.

8. pola kebutuhan sehari hari
a. Nutrisi
-makan
Jenis : Nasi, sayur, lauk pauk, buah, ikan
Frekuensi : 3 x sehari
Porsi makan : 1 piring
Pantangan : Tidak ada
-minum
Jenis : Air putih, susu, teh
Frekuensi : 3-5 x sehari
Porsi makan : ½ - 1 gelas
Pantangan : Tidak ada

b. Eliminasi
-BAB
Frekuensi : 1 x sehari
Konsistensi : Lembek
Warna : Kuning kecoklatan
Masalah : Tidak ada
-BAK
Frekuensi : 3-4 x sehari
Bau : Pesing
Warna : Kuning jernih
Masalah : Tidak ada

c. Personal hygine
Frekuensi mandi : 2 x sehari
Frekuensi gosok gigi : 2 x sehari
Frekuensi ganti pakaian / jenis : 2 x sehari/katun

d. Aktifitas
Ibu melakukan aktifitas seperti merawat bayi dan menyusui. Serta melakukan pekerjaan rumah yang ringan, seperti memasak, menyapu, mencuci.

e. Tidur dan istirahat
Siang hari : 1-2 jam
Malam hari : 5-6 jam
Masalah : Tidak ada

f. Pola seksual : Tidak ditanyakan

g. Pemberian ASI
Kapan mulai pemberian ASI : Segera setelah melahirkan
Frekuensi menyusui : Sesering mungkin
Masalah : Tidak ada

9. Data psikososial dan spiritual
a. Tanggapan ibu terhadap kelahiran bayinya : Baik
b. Tanggapan ibu terhadap fisiknya : Biasa saja
c. Tanggapan ibu terhadap peristiwa
yang dialaminya : Hal yang mudah untuk dilewati
d. Pengetahuan ibu tentang perawatan bayi : Orang tua, bidan
e. Hubungan social ibu dengan mertua,
orang tua, dan keluarga : Baik
f. Pengambilan keputusan dalam keluarga : Suami
g. Orang yang membantu ibu merawat bayi : Suami dan orang tua
h. Adat/ kebiasaan/ kepercayaan ibu yang
berkaitan dengan kelahiran dan
perawtan bayi : Tasmiyah dan Aqiqah
B. Objective Data

1. Pemeriksaan umum
a, Kesadaran : Compos mentis
b. Berat badan : 50 kg
c. Tanda vital : TD = 110/70mmHg, R = 2x/menit,
N =70 x/menit, T = 370C

2. Pemeriksaan khusus

a. Inspeksi
Kepala : Bersih, rambut tidak tampak rontok, warna rambut hitam, pertumbuhan rambut merata.
Muka : Bersih, tampak pucat, dan tidak tampak oedem.
Mata : Konjungtiva tampak anemis, sclera tidak ikterik, dan pengeluaran cairan.
Telinga : Simetris, tidak tampak pengeluaran serumen, dan cairan.
Hidung : Bersih, tidak tampak polip, pergerakan cuping dan pengeluaran cairan.
Mulut : Bibir tidak tampak pucat dan sariawan, tidak tampak pembengkakan gusi, lidah bersih, pada gigi tidak tampak caries dan berlubang.
Leher : Tidak tampak pembesaran vena jugularis dan kelenjar tiroid.
Dada : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
Mamae : Simetris, putting menonjol, tampak hiperpigmentasi areola.
Abdomen : Tidak tampak jaringan parut, terdapat striae livida ,dan linea alba.
Tungkai : Tidak tampak oedem dan varises, tidak tampak kemerahan pada kaki.
Genetalia : Pengeluaran lokia rubra 100 cc, tidak tampak tanda-tanda infeksi, tidak tampak varises dan hematom dan tidak tampak hemoroid pada anus.

b. Palpasi

Leher : Tidak ada pembengkakan vena jugularis dan kelenjar tyroid.
Mamae : Teraba keras, tidak nyeri tekan, dan terdapat pengeluaran ASI.
Abdomen : Uterus teraba 3 jari di atas simfisis dan lembek, serta kandung kemih kosong.
Tungkai : Tidak terdapat oedem dan nyeri tekan.

3. Pemeriksaan penunjang
HB : 8,4 gr %
Albumin : Tidak dilakukan
Reduksi : Tidakk dilakukan

C. ASSESMENT

1. Diagnosa kebidaan : P1 A0 Post partum hari ke-14
2. Masalah : Pusing
3. Kebutuhan : konseling tentang keadaannya, cairan intravena dan penanganan lebih lanjut di rumah sakit.

D. PLANNING

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, yaitu TD =110/70mmHg, T=370C, N=70x/menit, R=20x/menit. Dan ibu mengalami anemia sedang dan perdarahan post partum.
“Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan keadaan yang dialaminya.”

2. Menjelaskan kepada ibu bahwa ibu mengalami anemia sedang diketahui dari hasil pemeriksaan HB, yaitu 8,4 gr %. Anemia tersebut disebabkan karena kurangnya zat besi yang dikonsumsi oleh ibu. Menjelaskan pada ibu penyebab perdarahan post partum yang ibu alami, yaitu karena subinvolusio. Yang ditandai dengan uterus (rahim) yang masih teraba tiga jari di atas simfisis yang seharusnya sudah tidak teraba lagi pada hari ke sepuluh masa nifas, uterus yang lebih lembek, dan pengeluaran lochia rubra (darah segar dari jalan lahir) Yng seharusnya pada minggu kedua masa nifas adalah lochia serosa (kuning, tidak berarah lagi). Subinvolusio adalah terganggunya proses mengecilnya uterus yang disebabkan oleh tertinggalnya plasenta dan selaput ketuban dalam uterus. Karena itu, sebaiknya ibu dirujuk ke rumah sakit untuk ditangani lebih lanjut.
“Ibu mengetahui penjelasan tentang keadaan yang sedang dialaminya dan penyebabnya. Serta ibu bersedia dirujuk ke rumah sakit”

3. Menganjurkan ibu dan keluarga untuk mempersiapkan hal-hal untuk keperluan rujukan, seperti alat transportasi, uang, dan lain-lain. Dan tentunya terlebih dulu mempersiapkan diri.
“Ibu bersedia untuk mempersiapkan hal-hal untuk keperluan rujukan. ”

4. Memasang infus pada ibu sebelum dirujuk ke rumah sakit, yaitu untuk memberikan cairan intravena (Ringer Laktat) 20 tetes/menit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena perdarahan post partum yang ibu alami.
“Ibu bersedia untuk dipasang infus.”

5. Memberikan kepada ibu tablet FE untuk mengatasi anemia sedang yang dialaminya denag dosis 1 x sehari dan memberikan kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI. Serta memberitahu ibu cara meminum tablet FE, yaitu diminum sebelum makan.
“ibu berjanji untuk mengkonsumsi tablet FE dan vitamin A.”

6. Memberitahukan ibu bahwa ibu akan dirujuk ke rumah sakit.
“Ibu bersedia dirujuk ke rumah sakit”


BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan

Konsep dasar nifas adalah masa setelah placenta lahir sampai kembalinya alat-alat
reproduksi seperti sebelum hamil,yang berlangsung kira 6 minggu atau 40 hari.yang terdiri dari 3 tahapan yaitu puerperium dini, puerperium intermedial dan remote puerperium.dalam kebijakan program nasional masa nifas adalah melakukan kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan

B. Saran
Peran serta masyarakat dan pemerintah dalam penurunan AKI (pada masa nifas) sebab upaya ini tidak hanya bisa dilakukan oleh salah satu pihak. Akan tetapi hal ini
memerlukan dukungan dari berbagai pihak.
Kita sebagai tenaga kesehatan juga harus ikut berperan aktif dalam pelaksanaan progam tersebut salah satunya adalah dengan cara memberikan pelayanan yang terbaik dan tepat serta sesuai dengan kebutuhan pasien agar derajat kesehan dimasyarakat bisa tercapai











DAFTAR PUSTAKA


Sheris j. Out Look : Kesehatan IBU dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002.
Winkjosastro H, Hanada. Perdarahan Pasca Persalinan. http://www.geoscities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12.html
Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. http://www.Siaksoft.net
Alhamsyah. Retensio Plasenta. www.alhamsyah.com
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran. Obstetri Patologi.Bandung:1984
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta:2008

konseling dalam pemberian AKDR

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan AKDR merupakan salah satu usaha manusia untuk menekan kesuburan sejak berabad-abad yang lampau. Hipokrates menulis tentang teknik memasukkan batu-batu kecil ke dalam rongga rahim melalui suatu pipa yang dibuat dari timah untuk mencegah kehamilan. Pada tahun 1909 AKDR ini pertama kali diperkenalkan oleh Richter di Polandia yang terdiri atas 2 benang sutera yang tebal. Pada tahun 1930-an cincin Grafenberg mulai dipakai di Jerman yang merupakan pengembangan dari AKDR Richter juga. Cincin ini dibuat dari benang perak berupa spiral. Menurut Grafenberg, angka kehamilan dengan cincin perak ini hanya 1,6%(diantara 2000 kasus).
Pada tahun 1959 Opponheimer dan Ishimaka mengutarakan hasil-hasil yang memuaskan dengan cincin Grafenberg pada 1500 wanita dan cincin Ota pada 20.000 wanita jepang. Ota adalah dokter pertama yang menggunakan bahan plastik. Sejak itu banyak model baru yang dikembangkan antara lain oleh Lippes, Margulies, dan Birnberg. Berkat tersedianya antibiotika untuk mengendalikan infeksi, perbaikan desain AKDR, serta kesadaran yang meningkat akan perlunya pengendalian kesuburan, maka kini AKDR telah mendapat penerimaan yang luas di kalangan masyarakat. Setelah melalui AKDR generasi kedua yang mengira bahwa luas permukaan rongga uterus yang tertutup oleh AKDR itu adalah faktor utama (misalnya Dalkon Shield), kini kita telah berada pada AKDR generasi ketiga, contoh AKDR generasi kini ialah Copper T, Copper 7, Ypsilon-Y, Progestasert, Copper T3800A. Jenis AKDR yang mengandung hormon steroid adalah prigestase yang mengandung progesteron dan mirena yang mengandung Levonorgestrel.




B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang, maka penulis menarik suatu rumusan masalah, yaitu bagaimana konseling dalam pemberian AKDR

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Kami mengangkat makalah tentang konseling dalam pemberian AKDR adalah untuk menambah pengetahuan mengenai pelayanan atau asuhan yang diberikan pada masa nifas dengan keadaan tersebut.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui Definisi Konseling
b. Mengetahui Tujuan Konseling
c. Mengetahui Tahapan Konseling Kontrasepsi
d. Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Konseling
e. Mengetahui Pengertian AKDR
f. Mengetahui Jenis – Jenis AKDR
g. Mengetahui Mekanisme Kerja AKD
h. Mengetahui Efektifitas AKDR
i. Mengetahui Indikasi AKDR
j. Mengetahui Kontraindikasi AKDR
k. Mengetahui Keuntungan AKDR
l. Mengetahui Efek Samping Dan Komplikasi
m. Mengetahui Keterbatasan AKDR
n. Mengetahui Mengetahui Pemasangan Dan Pencabutan AKDR
o. Pengawasan

3. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini, yaitu:
1. Bagi mahasiswa
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan konseling dalam pemberian AKDR.
2. Bagi pembaca
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca sehingga dapat mengetahui tentang konseling dalam pemberian AKDR.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Konseling
Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB mampu mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik bagi dirinya (Sheilla, 2006).
Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain. (Depkes RI, 2000).
Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Saifuddin, 2001).
Konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan, dan perasaan klien (Lukman, 2002).
B. Tujuan Konseling
Membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih jelas sehingga klien dapat memilih sendiri jalan keluarnya (Fitriasari, 2006).
Dengan melakukan konseling kontap yang baik maka klien dapat menentukan pilihan kontrasepsinya dengan mantap sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan tidak akan menyesali keputusan yang telah diambilnya di kemudian hari (Sheilla, 2006).
Konseling yang baik meningkatkan keberhasilan KB dan membuat klien menggunakan kontrasepsi lebih lama serta mencerminkan baiknya kualitas pelayanan yang diberikan (Sheilla, 2006)
C. Tahapan Konseling Kontrasepsi
Menurut Suyono (2004) tahapan konseling tentang kontrasepsi meliputi :
1. Konseling Awal
Konseling awal adalah konseling yang dilakukan pertama kali sebelum dilakukan konseling spesifik. Biasanya dilakukan oleh petugas KB lapangan (PLKB) yang telah mendapatkan pelatihan tentang konseling kontap pria. Dalam konseling awal umumnya diberikan gambaran umum tentang kontrasepsi.
Walaupun secara umum tetapi penjelasannya harus tetap obyektif baik keunggulan maupun keterbatasan sebuah alat kontrasepsi dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya, syarat bagi pengguna kontrasepsi serta komplikasi dan angka kegagalan yang mungkin terjadi.
Pastikan klien mengenali dan mengerti tentang keputusannya untuk menunda atau menghentikan fungsi reproduksinya dan mengerti berbagai risiko yang mungkin terjadi.
Apabila klien dan pasangannya telah tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang alat kontrasepsi, dirujuk pada tempat pelayanan kontrasepsi untuk tahapan konseling spesifik.
2. Konseling Spesifik
Konseling spesifik dilakukan setelah konseling pendahuluan. Dalam tahap ini konseling lebih ditekankan pada aspek individual dan privasi. Pada konseling spesifik yang bertugas sebagai konselor adalah petugas konselor, para dokter, perawat dan bidan. Konselor harus mendengarkan semua masukan dari klien tanpa disela dengan pendapat atau penjelasan konselor. Setelah semua informasi dari klien tanpa disela penjelasan konselor.
Setelah semua informasi dari klien terkumpul maka lakukan pengelompokan dan penyaringan, kemudian berikan informasi yang tepat dan jelas untuk menghilangkan keraguan, kesalahpahaman. Berbagai penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan rasional sangat membantu klien mempercayai konselor serta informasi yang disampaikan. Di samping itu klien dapat mengambil keputusan tanpa tekanan dan berdasarkan informasi yang benar.
3. Konseling Pra Tindakan
Konseling pra tindakan adalah konseling yang dilakukan pada saat akan dilakukan prosedur penggunaan kontrasepsi. Pada konseling pra tindakan yang bertindak sebagai konselor adalah dokter, operator petugas medis yang melakukan tindakan. Tujuan konseling ini untuk mengkaji ulang pilihan terhadap kontrasepsi, menilai tingkat kemampuan klien untuk menghentikan infertilitas, evaluasi proses konseling sebelumnya, melihat tahapan dari persetujuan tindakan medis dan informasi tentang prosedur yang akan dilaksanakan.
4. Konseling Pasca Tindakan
Konseling pasca tindakan adalah konseling yang dilakukan setelah tindakan selesai dilaksanakan. Tujuannya untuk menanyakan kepada klien bila ada keluhan yang mungkin dirasakan setelah tindakan, lalu berusaha menjelaskan terjadinya keluhan tersebut, memberikan penjelasan kepada klien atau mengingatkan klien tentang perlunya persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar kontrasepsi efektif misalnya pada kontrasepsi vasektomi perlu penggunaan kondom selama 20 kali ejakulasi setelah divasektomi.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Konseling
1. Faktor Individual
Orientasi cultural (keterikatan budaya) merupakan factor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari :
a. Faktor Fisik
Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan konselor
b. Sudut Pandang
Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang dikonselingkan.
c. Kondisi Sosial
Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam memahami materi.
d. Bahasa
Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.
2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi
Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta sejarah hubungan antara konselor dan asien akan mempengaruhi kesuksesan proses konseling.
3. Faktor Situasional
Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas.
4. Kompetensi dalam melakukan percakapan
Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :
1) Kegagalan menyampaikan informasi penting.
2) Perpindahan topik bicara yang tidak lancar.
3) Salah pengertian.

E. Pengertian AKDR
AKDR adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari Poliefilen dengan atau tanpa metal / steroid dan ditempatkan dalam rongga rahim (Moeljono, 2005). Sedangkan menurut BKKBN (2004) IUD adalah alat kecil terdiri dari bahan yang lentur yang dimasukkan ke dalam rongga rahim atau kavum uteri oleh dokter / bidan yang terlatih

F. Jenis – jenis AKDR
Moeljono (2005) menggolongkan AKDR menjadi sebagai berikut :
1. AKDR polos (Inert Device)
Misalnya : Lippes Loop
2. AKDR yang mengandung tembaga (Copper bearing IUD)
Misalnya : CuT 380 A, CuT 200 C dan Nova T
3. AKDR yang mengandung obat (Medicated IUD)
Misalnya : Alza – T (mengandung progesterone) dan LNG-20(mengandung Levororgestrel).

G. Mekanisme Kerja AKDR
Wiknjosastro (2005) menyatakan bahwa sampai sekarang mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan pasti. Kini pendapat yang terbanyak adalah bahwa AKDR dalam kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokita/sperma. Pada pemeriksaan cairan uterus pada pemakai AKDR sering kali dijumpai pula sel-sel makrofag yang mengandung spermatozoid. Penyelidik-penyelidik lain menemukan sering adanya kontraksi uterus pada pemakai AKDR, yang dapat menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan oleh meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus pada wanita tersebut.
Pada AKDR proaktif mekanisme kerjanya selain menimbulkan peradangan seperti pada AKDR biasa, juga oleh karena ada logam/bahan lain yang melarutkan dari AKDR mempunyai pengaruh terhadap sperma. Menurut penyelidikan, ion logam yang paling efektif adalah ion logam tembaga (Cu), pengaruh AKDR bioaktif dengan berkurangnya konsentrasi logam makin lama semakin berkurang.

H. Efektifitas AKDR
Menurut Hartanto (2004), efektifitas dari IUD dinyatakan dalam angka kontinuitas yaitu berapa lama IUD tetap tinggal tanpa ekspulsi spontan tanpa terjadinya kehamilan / tanpa pengeluaran karena alasan medis / pribadi. Angka kegagalan IUD pada umumnya adalah 1-3 kehamilan per 100 wanita per tahun.

I. Indikasi AKDR
Menurut Saifudin (2008) persyaratan pemakaian AKDR adalah sebagai berikut :
1. Usia reproduktif
2. Nullipara
3. Menginginkan menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang
4. Menyusui
5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya
6. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
7. Perempuan dengan resiko rendah PMS
8. Perempuan yang tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
9. Perempuan yang tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama

J. Kontraindikasi AKDR
Yang tidak diperkenankan menggunakan AKDR
1. Perempuan yang sedang hamil
2. Perempuan dengan pendarahan pervaginam yang tidak diketahui
3. Sedang menderita infeksi otot genital
4. Perempuan yang tiga bulan terakhir menderita PRP/ abortus septic
5. Perempuan dengan kelainan bawaan uterus yang abnormal/ tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri
6. Perempuan dengan penyakit trofoblas ganas
7. Perempuan yang diketahui menderita TBC pelviks
8. Perempuan dengan kanker alat genital
9. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 c

K. Keuntungan AKDR
AKDR mempunyai keunggulan dari alat kontrasepsi yang lain karena umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu kali motivasi, tidak menimbulkan efek sistemik, ekonomis dan cocok untuk penggunaan misal, effektivitas cukup tinggi dan reversible (Wiknjosastro, 2005).

L. Efek Samping dan Komplikasi AKDR
Setiap penggunaan alat kontrasepsi dapat menimbulkan efek samping baik ringan maupun berat. Menurut Hartanto (2004) efek samping dan komplikasi IUD sebagai berikut :
1. Rasa sakit dan pendarahan
a. Menurut penelitian – penelitian, rasa sakit dan pendarahan akan berkurang dengan semakin lamanya pemakaian IUD
b. Pendarahan yang bertambah banyak
c. Volume darah haid bertambah, pada IUD yang menganung hormone.
d. Pendarahan yang berlangsung lebih lama
e. pendarahan bercak / spotting diantara haid
2. Embedding dan displacement
a. IUD tertanam dalam-dalam di endometrium / miometrium
b. Penanggulangan : IUD harus dikeluarkan
3. Infeksi
Merupakan komplikasi yang serius yang berhubungan dengan pemakaian IUD. Akseptor IUD mempunyai resiko 2x lebih besar untuk mendapatkan PID dibandingkan non akseptor KB. PID adalah istilah yang menunjukkan suatu infeksi yang naik dari serviks ke dalam uterus, tuba falupi dan ovarium.

M. Keterbatasan AKDR
Selain manfaat yang telah diterangkan diatas AKDR juga mempunyai keterbatasan dan kekurangan, berikut ini adalah kekurangan dan keterbatasan dari AKDR dengan progestin
1. Diperlukan pemeriksaan dalam dan penyaringan infeksi genitalia sebelum pemasangan AKDR
2. Diperlukan tenaga terlatih untuk pemasangan dan pencabutan AKDR
3. Klien tidak dapat menghentikan sendiri setiap saat, sehingga sangat tergantung pada tenaga kesehatan
4. Pada penggunaan jangka panjang dapat tejadi amenorea
5. Dapat terjadi perforasi uterus pada saat insersi (< 1/1000 kasus)
6. Kejadian kehamilan ektopik relatif tinggi
7. Bertambahnya risiko mendapat penyakit radang panggul sehingga dapat menyebabkan infertilitas
8. Mahal

N. PEMASANGAN DAN PENCABUTAN
Waktu AKDR dengan progestin dipasang Setiap waktu selama siklus haid, jika ibu tersebut dapat dipastikan tidak hamil. Sesudah melahirkan, dalam waktu 48 jam pertama pascapersalinan, 6-8 minggu, ataupun lebih sesudah melahirkan. Segera sesudah induksi haid, pasca keguguran spontan, atau keguguran buatan, dengan syarat tidak terdapat adanya infeksi
1. Cara insersi AKDR
Pemasangan AKDR sewaktu haid akan mengurangi rasa sakit dan memudahkan insersi melalui kanalis servikalis. Periksa dalam dilakukan untuk menentukan bentuk, ukuran dan posisi uterus. Singkirkan kemungkinan kehamilan dan infeksi pelvik. Serviks dibersihkan beberapa kali dengan larutan antiseptik, misalnya dengan obat merah atau yodium. Kemudian dengan Inspekulo, serviks ditampilkan dan bibir depan serviks dijepit dengan cunam serviks. Penjepitan dilakukan kira-kira 2 cm dari ostium uteri eksternum, dengan cunam bergigi satu. Sambil menarik serviks dengan cunam serviks, dimasukkanlah sonde uterus untuk menentukan jarak sumbu kanalis servikalis dan uterus, panjang kavum uteri dan posisi ostium uteri internum. Tentukanlah arah ante-atau retroversi uterus. Jika sonde masuk kurang dari 5 cm atau kavum uteri terlalu sempit, insersi AKDR jangan dilakukan. Tabung penyalur dengan AKDR didalamnya dimasukkan melalui kanalis servikalis, sesuai dengan arah dan jarak yang didapat pada waktu pemasukan sonde. Kadang-kadang terdapat tahanan sebelum fundus uteri tercapai. Dalam hal demikian pemasangan diulangi. AKDR dilepaskan di dalam kavum uteri dengan cara menarik keluar tabung penyalur, atau dapat pula dengan mendorong penyalur ke dalam kavum uteri. Cara pertama agaknya dapat mengurangi perforasi oleh AKDR. Kemudian tabung dan penyalurnya dikeluarkan, filamen AKDR ditinggalkan kira-kira 2-3 cm.
2. Cara mengeluarkan AKDR
Pengeluaran AKDR lebih mudah jika dilakukan sewaktu haid. Pertama dilakukan Inspekulo, kemudian filamen ditarik perlahan-lahan, jangan sampai putus. AKDRnya akan ikut keluar perlahan-lahan. Jika AKDR tidak keluar dengan mudah, maka lakukanlah sondase uterus, sehingga ostium uteri internum terbuka. Sonde diputar 90% perlahan-lahan. Selanjutnya, AKDR dikeluarkan seperti diatas. Jika filamen tak tampak atau putus, maka AKDR dapat dikeluarkan dengan mikrokuret. Kadang-kadang diperlukan anastesi paraservikal untuk mengurangi rasa nyeri. Dilatasi kanalis servikalis dapat dilakukan dengan dilator atau batang laminaria. Indikasi pengeluaran AKDR ialah permintaan pasian, meno-metroragia, infeksi pelvik dan disparenia.

O. PENGAWASAN
Pengawasan ginekologik terhadap akseptor AKDR dilakukan 1 minggu dan 1 bulan sesudah pemasangan, kemudian setiap 3 bulan sekali. Pada setiap kali pengawasan dilakukan pemeriksaan ginekologik, dan efek samping dicari. Selain melihat filamen, diperhatikan pula perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada serviks. Dalam hal-hal yang mencurigakan, misalnya kemungkinan adanya keganasan, dilakukan pemeriksaan usap vagina atau biopsi serviks. Jika filamen tidak tampak, singkirkanlah lebih dahulu kemungkinan kehamilan. Serviks dibersihkan dengan larutan antiseptik. AKDR diraba dengan sonde uterus. Jika AKDR tidak teraba, maka dapat dilakukan pemeriksaan foto rontgen anteroposterior dan lateral dengan sonde logam di dalam uterus. Dapat pula dilakukan pemeriksaan histerografi. Dan jika terdapat translokasi, pengeluaran AKDR dapat dilakukan dengan laparoskopi atau laparatomi.

P. Penanganan efek samping AKDR
Penanganan efek samping penggunaan alat dalam rahim :
a. Perdarahan :
a. Vitamin : Vitamin K 3 x 1 per hari (3-5 hari); vitamin C 3 x 1 per hari (3-5 hari
b. Koagulansia : Adona 3 x 1 per hari (3-5 hari)
c. Zat besi
b. Infeksi :
1. Antibiotik : Amoksisilin 3 x 500 mg per hari (3-5 hari), teramisin 3 x 500 mg
per hari, eritromisin 3 x 500 mg per hari, penisilin injeksi 80.000 IU per hari (3-
5 hari).
2. Bila pengobatan tidak berhasil maka alat dalam rahim dicabut dan diganti
dengan kontrasepsi lain.
c. Keputihan :
1. Memberikan obat vaginal seperti albotyl bila ada erosi porsio.
2. Pengobatan disesuaikan dengan penyebab keputihan.
3. Bila pengobatan tidak menolong, alat dalam rahim dicabut dan diganti dengan
cara lain.
d. Ekspulsi alat dalam rahim :
1. Alat dalam rahim yang terlalu kecil, ganti dengan alat yang lebih besar.
2. Alat dalam rahim yang terlalu besar, ganti dengan alat yang lebih kecil.
e. Perforasi / translokasi :
1. Pastikan terjadinya perforasi dengan sondase.
2. Rujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan foto BNO, USG dan pertolongan lebih
lanjut.
3. Laparatomi / laparoskopi atau kuldoskopi.
f. Nyeri haid :
1. Analgetik, spasmolitik.
2. Bila tidak berhasil, ganti alat dalam rahim yang baru dan cocok serta beri
antibiotik.
g. Nyeri senggama :
Antibiotik bila terjadi infeksi.
h. Mules / nyeri perut :
1. Analgetik, spasmolitik atau kombinasi keduanya.
2. Bila alat dalam rahim mengalami ekspulsi sebagian maka alat tersebut
dikeluarkan dan ganti dengan alat yang baru.
i. Keluhan suami :
- Bila benang panjang, potong lebih pendek.

nifas

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Seperti yang diketahui angka kematian ibu di Indonesia menurun sangat lambat(307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 248/100.000 kelahiran hidup SDKI 2007) dan masih menjadi angka tertinggi diantara Negara ASEAN lainnya.
Di Kalimantan selatan angka kematian ibu menurun dari 373/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995 menjadi 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002.Pada tahun 2007 estimasi di perkirakan menjadi 115/100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu atau AKI mencerminkan resiko yang dihadapi ibu- ibu selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh keadaan,social ekonomi,keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang persalinan. Kejadian berbagai komplikasi pada masa kehamilan dan persalinan serta kurang tersedianya pasilitas pelayanan kesehatan yang memadai
Untuk mengatisifasi masalah maka diperlukan trobosan – robosan dengan mengurangi peran dukun dan meningkatkan peran bidan.harapan kita agar bidan di desa benar – benar sebagai ujung tombak daalm upaya penurunan AKI.Selain itu melalui pengembangan desa siaga dengan pembangunan poskesdes yang merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam menurunkan AKI
Salah satu factor kematian ibu adalah perdarahan masa nifas yang bias disebab kan karena kurangnya pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan program pemerintah yang tidak berjalan.
Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir sampai dengan 6 minggu post partum dan terdiri dari 3 tahapan yaitu perperium dinkan i, inntermedial, dan remote perperium. Dalam masa nifas ini, tenaga kesehatan khususnya bidan mempunyai peran dan tanggungjawab penting dalam melakukan managemen asuhan dan memberikan asuhan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam laterbelakang maka penulis menarik suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1. apa yang dimaksud dengan masa nifas
2. Apa saja tahapan masa nifas
3. Apa saja yang menjadi kebutuhan dasar masa nifas
4. Bagai mana cara memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Kami mengangkat makalah tentang asuhan kebidanan pada masa nifas adalah untuk menambah pengetahuan mengenai pelayanan atau asuhan yang diberikan pada masa nifas
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian masa nifas
b. Mengetahui apa saja tahapan masa nifas
c. Mengetahui apa saja yang menjadi kebutuhan dasar masa nifas
d. Mengetaui bagaimana cara memberikana asuhan kebidanan pada masa nifas.

D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas



2. Bagi pembaca
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca sehingga dapat mengetahui pengertian masa nifas, tahapan masa nifas, kebutuhan masa nifas dan bagai mana cara memberikan asuhan masa nifas



BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Masa Nifas

Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.Wanita yang melalui periode puerperium di sebut puerpura
Puerperium (Nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu.
Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bias jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari.
Jadi Masa Nipas (puerperium ) adalah masa setelah keluarnya plecenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.

B. Tujuan Asuhan Masa NIfas

Asuhan nifas diperlukan pada periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
1. Tujuan Umum :
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak.
2. Tujuan Khusus :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

C. Tahapan Masa Nifas

Nifas dibagi dalam 3 periode yaitu
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu keputihan menyeluruh alat-alat genetalia lamanya 6-8
minggu.
3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bias berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

D. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

Nutrisi dan cairan, ambulasi atau mobilisasi, eliminasi (BAB dan BAK), kebersihan diri dan perineum, istirahat, seksual, latihan senam nifas
E. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas

Dalam kebijakan program nasional masa nifas adalah melakukan kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah , mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Waktu kunjungan :
Kunjungan 1 : 6 – 8 PP
Kunjungan 2 : 6 hari PP
Kunjungan 3 : 2 minggu PP
Kunjungan 4 : 6 minggu PP

F. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Pada Masa Nifas

1. Mendeteksi konplikasi dan perlunya rujukan.
2. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman.
3. Memfasilitasi hubungan ikatan batin antara ibu dan bayi.
4. Memulai dan mendorong pemberian ASI. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya.
5. untuk mempercepat proses pemulihan.
6. mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama priode nifas.

BAB II
TINJAUAN KASUS


ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS HARI KE 16
DI KLINIK AKBID SARI MULIA


Tempat Pengkajian : KLINIK AKBID SARI MULIA
Hari/Tanggal pengkajian : 4 Januari 2010

A. Data subjektif

1. Identitas

Istri
Nama : Ny.A
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa :Banjar/Indonesia
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :IRT
Alamat :Jl.Samudra No.25

Suami
Nama : Tn.H
Umur : 26 tahun
Agama : islam
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl.Samudra No.25

2. Keluhan Utama
ibu mengatakan keluar cairan seperti keputihan.

3. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali, kawin pertama kali umur 23 tahun, dengan suami sekarang sudah 2 tahun.

4.Riwayat obstetri P1 A0

5. Riwayat perkawinan sekarang
a. umur kehamilan saat melahirkan :Aterm(40 minggu)
b. Tanggal / jam melahirkan :Senin,4 januari 2010
c. Tempat melahirkan / penolong :klink/bidan
d. Lama proses persalinan
- Kala 1 :12 jam
- Kala II :10 jam
- Kala III :30 menit
- Kala IV : 2 jam


e. Jenis persalinan : spontan, belakang kepala
f. Penyulit saat persalinan : tidak ada
g. Tindakan saat persalinan

- Pelebaran jalan lahir : tidak
- Penjahitan luka jalan lahir : tidak
- Keadaan bayi yang dilahirkan : segera menangis dengan BB=2800gr,PB=50cm dan jenis kelamin perempuan

6. Riwayat keluarga berencan
a. Jenis : suntik 3 bulan
b. Lama : 2 tahun
c. Masalah : tidak ada

7. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehan ibu : ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan dan menular seperti asma, DM, TBC,hepatitis B, dll
b. Riwayat kesehan keluarga : ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan dan menular seperti hepatitis.DM,TBC,hipertensi.

8. pola kebutuhan sehari hari
a. Nutrisi
Jenis yang dikonsumsi : Nasi,sayur, lauk pauk
Frekuensi : 3 x sehari
Porsi makan : 1 piring
Pantangan : Tidak ada

b. Eliminasi
BAB
Frekuensi : 1 x sehari
Konsistensi : Lembek
Warna : Kuning kecoklatan
Masalah : Tidak ada
BAK
Frekuensi : 3-4 x sehari
Bau : Pesing
Warna : Kuning jernih
Masalah : Tidak ada

c. Personal hygine
Frekuensi mandi : 2 x sehari
Frekuensi gosok gigi : 2 x sehari
Frekuensi ganti pakaian / jenis : 2 x sehari/katun

d. Aktifitas
Ibu melakukan aktifitas seperti merawat bayi dan menyusui

e. Tidur dan istirahat
Siang hari : 1-2 jam
Malam hari : 5-6 jam
Masalah : tidak ada

f. Pola seksual : Tidak ditanyakan

g. Pemberian ASI
Kapan mulai pemberian ASI : Segera setelah melahirkan
Frekuensi menyusui : Sesering mungkin
Masalah : Tidak ada

9. Data psikososial dan spiritual
a. Tanggapan ibu terhadap kelahiran bayinya : Baik
b. Tanggapan ibu terhadap fisiknya : Biasa saja
c. Tanggapan ibu terhadap peristiwa
yang dialaminya : Hal yang mudah untuk
dilewati
d. Pengetahuan ibu tentang perawatan bayi : Orang tua, bidan
e. Hubungan social ibu dengan mertua,
orang tua, dan keluarga : Baik
f. Pengambilan keputusan dalam keluarga : Suami
g. Orang yang membantu ibu merawat bayi : Suami dan orang tua
h. Adat/ kebiasaan/ kepercayaan ibu yang
berkaitan dengan kelahiran dan
perawtan bayi : Tasmiyah dan Aqiqah
B. Objective Data

1. Pemeriksaan umum
a, Kesadaran : Compos mentis
b. Berat badan : 50 kg
c. Tanda vital : TD = 110/70mmHg, R = 2x/menit,
N =70 x/menit ,T = 370C

2. Pemeriksaan khusus

a. Inspeksi
Kepala : Bersih, rambut tidak tampak rontok, warna rambut hitam, pertumbuhan rambut merata.
Muka : Bersih, tidak tampak pucat. dan oedem
Mata : Konjungtiva tidaktampak anemis sclera tidak ikterik, dan pengeluaran cairan.
Telinga : Simetris, tidak tampak pengeluaran serumen, dan cairan.
Hidung : Bersih, tidak tampak polip, pergerakan cuping dan peluaran cairan
Mulut : Bibir tidak tampak pucat dan sariawan, tidak tampak pembengkakan gusi, lidah bersih, gigi tidak karies dan berlubang.
Leher : Tidak tampak pembesaran vena jugularis, dan kelenjar tiroid
Dada : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi
Mamae : Simetris, putting menonjol ,tampak hiperpigmentasi areola,
Abdomen : Tidak tampak jaringan parut, terdapat striae livida ,dan linea alba
Tungkai : Tidak tampak oedem dan varises, tidak tampak kemerahan pada kaki
Genetalia : Pengeluaran lokia normal,berwarna putih,tidak tampak tanda-tanda infeksi,tidak tampak varises dan hematom dan tida tampak hemoroid pada anus

b. Palpasi

Leher : Tidak ada pembengkakan vena jugularis dan kelenjar tyroid
Mamae : Teraba keras,nyeri tekan,dan terdapat pengeluaran asi
Abdomen : Uterus sudah tidak teraba,kembali normal dan kandung kemih kosong
Tungkai : Tidak terdapat oedem dan nyeri tekan

3. Pemeriksaan penunjang
HB : Tidak dilakukan
Albumin : Tidak dilakukan
Reduksi : Tidakk dilakukan

C. ASSESMENT

1. Diagnosa kebidaan : P1 A0 Post partum hari ke-16
2. Masalah : Tidak ada
3. Kebutuhan : Konseling




D. PLANNING

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan,yaitu TD =110/70mmHg, T=370C,N=70x/menit,R=20x/menit
“Ibu mengetahui hasil pemeriksaan”
2. Memberikan kepada ibu pil zat besi untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca persalinan dan memberikan kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
“ibu berjanji akan minum obat yang telah diberikan oleh bidan”
3. Menyarankan kepada ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah makan, memberikan ASI, dan membersihkan daerah areolah sebelum menyusui.
“ibu bersedia mengikuti saran dari bidan”
4. Mengajarkan ibu cara membersihkan daerah di sekitar vulva, yaitu dari depan ke belakang, lalu membersihkan daerah sekitar anus. Dan menganjurkan ibu ntuk membrsihkannya setiap kali selesai buang air kecil atau besar.
“ibu mengerti bagai mana cara perawatan vulva”
5. Mengajarkan cara perawatan bayi, seperti memandikan bayi sekali sehari bila masih kecil dan dua kali sehari bila bayi sudah bertambah besar. tetap menjaga Kebersihan pakaian dengan berganti dengan pakaian bersih setiap dimandikan, Kebersihan kulit bayi terutama didaerah pantat dan kelamin bayi yang sering sekali basah, Kebersihan tempat tidur, Kebersihan alat yang dipakai bayi misalnya bak, mangkok-mangkok alat- alat untuk memberi minum bayi. Menjaga agar anak jangan sampai kedinginan atau kena angin. Tetap memberikan bayi ASI sebagai minuman yang tepat.
“ibu mengerti tentang perawatan bayi”
6. menganjurkan ibu untuk mengonsumsi makanan yang cukup dan yang mengandung gizi seimbang, terutama makanan yang banyak mengandung serat seperti buah dan sayur untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu, sehingga ASInya dapat berjalan lancar dan memperlancar BAB ibu. menganjurkan ibu agar istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan. Ibu dapat tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur. Dan menganjurkan ibu untuk olahraga selama 15 menit dengan berjalan kaki setiap hari, sehinnga membuat ibu merasa lebih baik.
“ibu berjanji makan makanan yang bergizi”
7. menjelaskan pengertian postpartum blues, yaitu suatu gangguan psikologi sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi. dan cara menghindarinya, salah satunyadengan mencegah pengambilan keputusan yang berat , dan memberikan dukungan yang menunjukkan rasa simpati, mengakui, dan menghargai ibu.
“ ibu mengerti postpartum blues”
8. Menyaranan ibu untuk teratur mengganti pembalut, minimal dua kali sehari.
“ibu mengerti cara mengganti pembalut”
9. Memberitahu tanda-tanda infeksi nifas seperti perdarahan yang banyak, pengeluaran lokhia yang berbau, demam hebat, serta kejang. Memberitahu tanda-tanda bahaya, seperti panas tinggi, nyeri pada pinggang, muntah-muntah, payudara membengkak manjadi keras dan tegang. Apabila terjadi hal tersebut di atas, ibu bisa langsung memberitahu dan mengkonsultasikannya kepada petugas kesehatan terdekat.
”ibu mengerti tentang tanda – tanda infeksi”
10. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin tanpa dijadwalkan, karena dengan seringnya menyusui akan memacu hormon prolaktin yang akan memperlancar produksi ASI.
“ibu berjanji akan menyusui bayinya sesering mungkin”
11. menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan.
“ibu berjanji akan tetap menjaga kebersihannya”
12. menjelasakan kepada ibu tentang manfaat KB, yaitu agar ibu dapat merencanakan kehamilan berikutnya.
“ibu mengerti tentang manfaat KB”



BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Konsep dasar nifas adalah masa setelah placenta lahir sampai kembalinya alat-alat
reproduksi seperti sebelum hamil,yang berlangsung kira 6 minggu atau 40 hari.yang terdiri dari 3 tahapan yaitu puerperium dini, puerperium intermedial dan remote puerperium.dalam kebijakan program nasional masa nifas adalah melakukan kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan

B. Saran
Peran serta masyarakat dan pemerintah dalam penurunan AKI (pada masa nifas) sebab upaya ini tidak hanya bisa dilakukan oleh salah satu pihak. Akan tetapi hal ini
memerlukan dukungan dari berbagai pihak.
Kita sebagai tenaga kesehatan juga harus ikut berperan aktif dalam pelaksanaan progam tersebut salah satunya adalh dengan cara memberikan pelayanan yang terbaik dan tepat serta sesuai dengan kebutuhan pasien agar derajat kesehan dimasyarakat bisa tercapai.