Rabu, 23 Juni 2010

hemoragic post partum

BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam laterbelakang maka penulis menarik suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan masa nifas?
2. Apa saja tahapan masa nifas?
3. Apa saja yang menjadi kebutuhan dasar masa nifas?
4. Bagai mana cara memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas?
5. Apa yang dimaksud dengan hemoragic post partum?
6. Apa penyebab hemoragic posprtum?
7. Bagaimana pencegahan dan penanganan hemoragic postpartum?

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Kami mengangkat makalah tentang asuhan kebidanan pada masa nifas dengan hemoragic post partum adalah untuk menambah pengetahuan mengenai pelayanan atau asuhan yang diberikan pada masa nifas dengan keadaan tersebut.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian masa nifas.
b. Mengetahui apa saja tahapan masa nifas.
c. Mengetahui apa saja yang menjadi kebutuhan dasar masa nifas.
d. Mengetaui bagaimana cara memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas.
e. Mengetahui hemoragic post partum.
f. Mengetahui penyebab hemoragic posprtum.
g. Mengetahui cara pencegahan dan penanganan hemoragic postpartum.

D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini, yaitu:
1. Bagi mahasiswa
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas dengan hemoragic post partum.

2. Bagi pembaca
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca sehingga dapat mengetahui pengertian masa nifas, tahapan masa nifas, kebutuhan masa nifas dan bagai mana cara memberikan asuhan masa nifas dengan hemoragic post partum.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Masa Nifas

Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui periode puerperium di sebut puerpura. Puerperium (Nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu.
Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bias jadi dalam waktu yang relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari.
Jadi Masa Nipas (puerperium ) adalah masa setelah keluarnya plecenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.


B. Tujuan Asuhan Masa NIfas

Asuhan nifas diperlukan pada periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
1. Tujuan Umum :
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak.
2. Tujuan Khusus :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.


C. Tahapan Masa Nifas

Nifas dibagi dalam 3 periode yaitu
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu keputihan menyeluruh alat-alat genetalia lamanya 6-8
minggu.
3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bias berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.


D. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

Nutrisi dan cairan, ambulasi atau mobilisasi, eliminasi (BAB dan BAK), kebersihan diri dan perineum, istirahat, seksual, latihan senam nifas


E. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas

Dalam kebijakan program nasional masa nifas adalah melakukan kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah , mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Waktu kunjungan :
Kunjungan 1 : 6 – 8 PP
Kunjungan 2 : 6 hari PP
Kunjungan 3 : 2 minggu PP
Kunjungan 4 : 6 minggu PP


F. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Pada Masa Nifas

1. Mendeteksi konplikasi dan perlunya rujukan.
2. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman.
3. Memfasilitasi hubungan ikatan batin antara ibu dan bayi.
4. Memulai dan mendorong pemberian ASI. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya.
5. untuk mempercepat proses pemulihan.
6. mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama priode nifas.


G. Definisi Hemoragic Post Partum
— Perdarahan post partum adalah hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml dalam 24 jam pertama setelah anak lahir, atau setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio sesarea.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998).
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).


H. Epidemiologi Hemoragic Postpartum
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.

I. Klasifikasi
,—Klasifikasi perdarahan postpartum :
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage)
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.


J. Etiologi

Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi dan penyebabnya :
Perdarahan postpartum dini
1. Atonia uteri
Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
a. Regangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar
b. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep.
c.Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
d. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
e. Infeksi intrauterin (korioamnionitis)
f. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
g. Umur yang terlalu muda / tua
h. Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
i. Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2. Robekan jalan lahir
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan jalan lahir terdiri dari:
a. Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau melingkar.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.
b. Hematoma vulva
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
c. Robekan dinding vagina
d. Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9.
3. Retensio plasenta
plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Faktor predisposisi :
a. Plasenta previa
b. Bekas SC
c. Kuret berulang
d. Multiparitas
Penyebab :
a. Fungsional
1. HIS kurang kuat
2. Plasenta sukar terlepas karena :
3. Tempatnya : insersi di sudut tuba
4. Bentuknya : placenta membranacea, placenta anularis.
5. Ukurannya : placenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhesiva
b. Patologi- Anatomis
1. Placenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium
2. Placenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
3. Placenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa
Plasenta akreta ada yang komplit ialah kalau seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim dan ada yang parsialis ialah kalau hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang terjadi komplit begitu juga placenta increta dan percreta jarang terjadi. Sebabnya plasenta akreta adalah kelainan decidua misalnya desidua yang terlalu tipis. Plasenta akreta menyebabkan retensio plasenta.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat konstraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual atau kuret dan pemberian uterotonika.
4. Gangguan pembekuan darah
Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protombin dan PTT (partial thromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau EACA (epsilon amino caproic acid).
Perdarahan postpartum lambat :
1. Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
3. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
Pada subinvolusio proses mengecilnya uterus terganggu. Faktor yang menyebabkan itu antara lain tertinggalny aplasenta dan selaput ketuban dalam uterus. Pada peristiwa ini lochea bertambah banyak dan tidak jarang terjadi perdarahan. Pada pemeriksaan ditemukanuterus lebih besar dan lebih lembek daripada seharusnya, mengingat lamanya masa nifas.
3. Dari luka bekas seksio sesaria

K. Tanda dan Gejala
Gejala Klinik Atonia Uteri
1. Perdarahan pervaginam masif
2. Konstraksi uterus lemah
3. Anemia
4. Konsistensi rahim lunak, 12
Klinik Robekan jalan lahir
1. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
2. Uterus kontraksi dan keras
3. Plasenta lengkap
4. Pucat dan Lemah
Klinis retensio plasenta
1. Perdarahan pervagina
2. Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi
3. Uterus berkonstraksi dan keras

L. Diagnosis
— Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
Diagnosis atonia uteri :
1. Bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal
2. Pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
3. Konstraksi yang lembek.
4. Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

M. Pencegahan dan Penanganan
— Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
—Penanganan umum pada perdarahan post partum :
1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
4. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
5. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6. Atasi syok
7. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
9. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
11. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
Penanganan atonia uteri :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. 13
Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut :
a. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
b. Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara :
- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c
- Memberikan derivat prostaglandin
- Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
- Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal
- Kompresi aorta abdominalis
c. Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.
Penanganan Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva :
Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
1. Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
2. Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
3. Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
4. Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
Penangana hematoma :
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
Penanganan Robekan dinding vagina :
1. Robekan dinding vagina harus dijahit.
2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.
Penanganan robekan serviks :
Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster. Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.
Penanganan retensio plasenta :
1. kalau placenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka dilakukan manual plasenta.
a. Teknik pelepasan placenta secara manual: alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.
b. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas.
c. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
2. Plasenta akreta
Terapi : Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.
Pencegahan gangguan pembekuan darah
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
2. Mengenal factor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun
6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan pasca persalinan dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
Penanganan sisa plasenta
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3.Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
3. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
4. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
5. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5

















BAB III
KASUS


ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS HARI KE 14
DENGAN HEMORAGIC POST PARTUM
DI KLINIK AKBID SARI MULIA


Tempat Pengkajian : KLINIK AKBID SARI MULIA
Hari/Tanggal pengkajian : Selasa, 5 Januari 2010

A. Data subjektif

1. Identitas

Istri
Nama : Ny. A
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Pramuka. Gg. teratai

Suami
Nama : Tn. H
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Pramuka. Gg. teratai

2. Keluhan Utama
ibu mengatakan telah melahirkan dua minggu yang lalu, mengeluh pusing.

3. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali, kawin pertama kali umur 23 tahun, dengan suami sekarang sudah 2 tahun.

4. Riwayat obstetri P1 A0

5. Riwayat perkawinan sekarang
a. umur kehamilan saat melahirkan : Aterm (40 minggu)
b. Tanggal / jam melahirkan : Rabu, 22 desember 2009/ 07.30
c. Tempat melahirkan / penolong : klink/bidan
d. Lama proses persalinan
- Kala 1 : 12 jam
- Kala II : 10 jam
- Kala III : 30 menit
- Kala IV : 2 jam


e. Jenis persalinan : Spontan, belakang kepala
f. Penyulit saat persalinan : Tidak ada
g. Tindakan saat persalinan

- Pelebaran jalan lahir : Tidak
- Penjahitan luka jalan lahir : Tidak
- Keadaan bayi yang dilahirkan : Segera menangis dengan BB=2800gr, PB=50cm dan jenis kelamin perempuan

6. Riwayat keluarga berencan
a. Jenis : Suntik 3 bulan
b. Lama : 2 tahun
c. Masalah :Tidak ada

7. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu
ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, AIDS, hepatitis, dll. Serta tidak pernah menderita penyakit menurun seperti penyakit jantung, asma, DM, dll.
b. Riwayat kesehatan keluarga
ibu mengatakan keluarga ibu dan suami tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, AIDS, hepatitis, dll. Serta tidak pernah menderita penyakit menurun seperti penyakit jantung, asma, DM, dll.

8. pola kebutuhan sehari hari
a. Nutrisi
-makan
Jenis : Nasi, sayur, lauk pauk, buah, ikan
Frekuensi : 3 x sehari
Porsi makan : 1 piring
Pantangan : Tidak ada
-minum
Jenis : Air putih, susu, teh
Frekuensi : 3-5 x sehari
Porsi makan : ½ - 1 gelas
Pantangan : Tidak ada

b. Eliminasi
-BAB
Frekuensi : 1 x sehari
Konsistensi : Lembek
Warna : Kuning kecoklatan
Masalah : Tidak ada
-BAK
Frekuensi : 3-4 x sehari
Bau : Pesing
Warna : Kuning jernih
Masalah : Tidak ada

c. Personal hygine
Frekuensi mandi : 2 x sehari
Frekuensi gosok gigi : 2 x sehari
Frekuensi ganti pakaian / jenis : 2 x sehari/katun

d. Aktifitas
Ibu melakukan aktifitas seperti merawat bayi dan menyusui. Serta melakukan pekerjaan rumah yang ringan, seperti memasak, menyapu, mencuci.

e. Tidur dan istirahat
Siang hari : 1-2 jam
Malam hari : 5-6 jam
Masalah : Tidak ada

f. Pola seksual : Tidak ditanyakan

g. Pemberian ASI
Kapan mulai pemberian ASI : Segera setelah melahirkan
Frekuensi menyusui : Sesering mungkin
Masalah : Tidak ada

9. Data psikososial dan spiritual
a. Tanggapan ibu terhadap kelahiran bayinya : Baik
b. Tanggapan ibu terhadap fisiknya : Biasa saja
c. Tanggapan ibu terhadap peristiwa
yang dialaminya : Hal yang mudah untuk dilewati
d. Pengetahuan ibu tentang perawatan bayi : Orang tua, bidan
e. Hubungan social ibu dengan mertua,
orang tua, dan keluarga : Baik
f. Pengambilan keputusan dalam keluarga : Suami
g. Orang yang membantu ibu merawat bayi : Suami dan orang tua
h. Adat/ kebiasaan/ kepercayaan ibu yang
berkaitan dengan kelahiran dan
perawtan bayi : Tasmiyah dan Aqiqah
B. Objective Data

1. Pemeriksaan umum
a, Kesadaran : Compos mentis
b. Berat badan : 50 kg
c. Tanda vital : TD = 110/70mmHg, R = 2x/menit,
N =70 x/menit, T = 370C

2. Pemeriksaan khusus

a. Inspeksi
Kepala : Bersih, rambut tidak tampak rontok, warna rambut hitam, pertumbuhan rambut merata.
Muka : Bersih, tampak pucat, dan tidak tampak oedem.
Mata : Konjungtiva tampak anemis, sclera tidak ikterik, dan pengeluaran cairan.
Telinga : Simetris, tidak tampak pengeluaran serumen, dan cairan.
Hidung : Bersih, tidak tampak polip, pergerakan cuping dan pengeluaran cairan.
Mulut : Bibir tidak tampak pucat dan sariawan, tidak tampak pembengkakan gusi, lidah bersih, pada gigi tidak tampak caries dan berlubang.
Leher : Tidak tampak pembesaran vena jugularis dan kelenjar tiroid.
Dada : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
Mamae : Simetris, putting menonjol, tampak hiperpigmentasi areola.
Abdomen : Tidak tampak jaringan parut, terdapat striae livida ,dan linea alba.
Tungkai : Tidak tampak oedem dan varises, tidak tampak kemerahan pada kaki.
Genetalia : Pengeluaran lokia rubra 100 cc, tidak tampak tanda-tanda infeksi, tidak tampak varises dan hematom dan tidak tampak hemoroid pada anus.

b. Palpasi

Leher : Tidak ada pembengkakan vena jugularis dan kelenjar tyroid.
Mamae : Teraba keras, tidak nyeri tekan, dan terdapat pengeluaran ASI.
Abdomen : Uterus teraba 3 jari di atas simfisis dan lembek, serta kandung kemih kosong.
Tungkai : Tidak terdapat oedem dan nyeri tekan.

3. Pemeriksaan penunjang
HB : 8,4 gr %
Albumin : Tidak dilakukan
Reduksi : Tidakk dilakukan

C. ASSESMENT

1. Diagnosa kebidaan : P1 A0 Post partum hari ke-14
2. Masalah : Pusing
3. Kebutuhan : konseling tentang keadaannya, cairan intravena dan penanganan lebih lanjut di rumah sakit.

D. PLANNING

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, yaitu TD =110/70mmHg, T=370C, N=70x/menit, R=20x/menit. Dan ibu mengalami anemia sedang dan perdarahan post partum.
“Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan keadaan yang dialaminya.”

2. Menjelaskan kepada ibu bahwa ibu mengalami anemia sedang diketahui dari hasil pemeriksaan HB, yaitu 8,4 gr %. Anemia tersebut disebabkan karena kurangnya zat besi yang dikonsumsi oleh ibu. Menjelaskan pada ibu penyebab perdarahan post partum yang ibu alami, yaitu karena subinvolusio. Yang ditandai dengan uterus (rahim) yang masih teraba tiga jari di atas simfisis yang seharusnya sudah tidak teraba lagi pada hari ke sepuluh masa nifas, uterus yang lebih lembek, dan pengeluaran lochia rubra (darah segar dari jalan lahir) Yng seharusnya pada minggu kedua masa nifas adalah lochia serosa (kuning, tidak berarah lagi). Subinvolusio adalah terganggunya proses mengecilnya uterus yang disebabkan oleh tertinggalnya plasenta dan selaput ketuban dalam uterus. Karena itu, sebaiknya ibu dirujuk ke rumah sakit untuk ditangani lebih lanjut.
“Ibu mengetahui penjelasan tentang keadaan yang sedang dialaminya dan penyebabnya. Serta ibu bersedia dirujuk ke rumah sakit”

3. Menganjurkan ibu dan keluarga untuk mempersiapkan hal-hal untuk keperluan rujukan, seperti alat transportasi, uang, dan lain-lain. Dan tentunya terlebih dulu mempersiapkan diri.
“Ibu bersedia untuk mempersiapkan hal-hal untuk keperluan rujukan. ”

4. Memasang infus pada ibu sebelum dirujuk ke rumah sakit, yaitu untuk memberikan cairan intravena (Ringer Laktat) 20 tetes/menit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena perdarahan post partum yang ibu alami.
“Ibu bersedia untuk dipasang infus.”

5. Memberikan kepada ibu tablet FE untuk mengatasi anemia sedang yang dialaminya denag dosis 1 x sehari dan memberikan kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI. Serta memberitahu ibu cara meminum tablet FE, yaitu diminum sebelum makan.
“ibu berjanji untuk mengkonsumsi tablet FE dan vitamin A.”

6. Memberitahukan ibu bahwa ibu akan dirujuk ke rumah sakit.
“Ibu bersedia dirujuk ke rumah sakit”


BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan

Konsep dasar nifas adalah masa setelah placenta lahir sampai kembalinya alat-alat
reproduksi seperti sebelum hamil,yang berlangsung kira 6 minggu atau 40 hari.yang terdiri dari 3 tahapan yaitu puerperium dini, puerperium intermedial dan remote puerperium.dalam kebijakan program nasional masa nifas adalah melakukan kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan

B. Saran
Peran serta masyarakat dan pemerintah dalam penurunan AKI (pada masa nifas) sebab upaya ini tidak hanya bisa dilakukan oleh salah satu pihak. Akan tetapi hal ini
memerlukan dukungan dari berbagai pihak.
Kita sebagai tenaga kesehatan juga harus ikut berperan aktif dalam pelaksanaan progam tersebut salah satunya adalah dengan cara memberikan pelayanan yang terbaik dan tepat serta sesuai dengan kebutuhan pasien agar derajat kesehan dimasyarakat bisa tercapai











DAFTAR PUSTAKA


Sheris j. Out Look : Kesehatan IBU dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002.
Winkjosastro H, Hanada. Perdarahan Pasca Persalinan. http://www.geoscities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12.html
Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. http://www.Siaksoft.net
Alhamsyah. Retensio Plasenta. www.alhamsyah.com
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran. Obstetri Patologi.Bandung:1984
Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta:2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar