Selasa, 19 Juni 2012

Dia bagiku.....

Aku menyayanginya.
Aku mencintainya.
Aku tidak mau kehilangannya.
Tanpa sadar aku telah menghadirkan diriku yang sesungguhnya di depannya.
Aku tak bisa menjadi baik dengannya.
Aku ingin bersamanya, selalu.
Aku tak bisa jauh darinya.
Aku tak bisa tak memikirkannya.
Aku tak bisa sehari tanpa kabarnya.
Inikah cinta buta?
Entahlah…...
Bersamanya benar-benar penuh warna.
Senang, lucu, sedih, kecewa, sakit.
Kadang aku tampak lemah, rapuh.
Tekanan yang bertubi-tubi memukulku.
Aku kuat saat memikirkannya yang bersamaku.
Mengertilah….
Kadang saat merasa tersakiti olehnya, kuterpikir, benarkah dia tetap menginginkanku?
Saat itu aku ingin pergi jauh.
Ke tempat tak ada orang yang mengenalku.
Ke tempat yang ada seseorang yang bias mengerti aku seutuhnya.
Ke tempat yang ada seseorang yang bias menerima aku yang apa adanya ini.
Kadang aku merasa tidak sanggup dengan ini semua.
Aku ingin bersamanya.
Betapa inginya aku memeluknya.
Bersandar di dadanya
Mendengar suaranya yang menguatkanku.
Merasakan lembut belaiannya.
Tapi aku tidak akan melakukannya sebelum kami benar-benar dihalalkan.
Aku takut pada ALLAH SWT dan aku yakin, akan sangat indah saat waktunya benar.
Apakah ini hanya nafsu?
Aku belum pernah merasakan yang seperti ini.
Aku tetap meyakini inilah cinta.
Tuhan, tegarkan hatiku.
Tak mau sesuatu merenggut dia.
Naluriku berkata tak ingin terulang lagi.
Kehilangan cinta hati bagai raga tak bernyawa.
Ini semua salahnya.
Seharusnya aku membencinya.
Bahkan tak ingin hanya mengingat bahwa aku pernah mengenalnya.
Atau mungkin aku sudah membencinya.
Aku ingin dia harus tahu bagaimana keadaanku di sini, bagaimana penantianku, bagaimana kerasnya aku yang mempertahankannya di depan mereka.
Yang terealisasi dengan kalimat-kalimat itu.
Aku tahu hal itu bias membuatnya merasa terpojok.
Tapi, aku sudah benar-benar geram dengannya.
Sebenarnya dia mengerti atau tidak sich?
Ini memang salahku.
Dan aku sadar, ternyata kami sangat berbeda.
Apa dia bisa benar-benar mengerti aku?
Aku bias mengerti dia, tapi keadaanku di sini tak sengaja membuatku mendesaknya. Ma’afkan aku….
Kenapa dia tega menyakitiku sesakit ini (lagi)?
Kepalaku hampir mau pecah saja rasanya
Kadang kupikir, haruskah aku melepaskan ini semua demi ketenanganku kembali?
Aku juga ingin ceria kembali seperti dulu, sebelum mengenalnya.
Dengan pikiran-pikiranku yang logis tentang cinta.
Tapi, aku takut itu justru akan menyakitkan, karena aku harus melepaskannya.
Dan aku takkan sanggup jika hal itu harus terjadi.
Benarkah keputusanku ini, yang memilihnya hingga tetap mempertahankannya dengan cara dan liku yang seperti ini, yang kadang terasa sangat menyakitkan?
Tapi, aku tetap percaya, Tuhan punya rencana misterius yang istimewa dan terbaik untuk setiap hambanya. Begitu juga untuk kami berdua.
Aku masih ingat dan betul-betul sadar, manusia hanya berencana.
Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui telah menuliskan semuanya. Ma’afkan aku….
Ma’afkan aku yang sampai saat ini masih sering meragu.
Kurasa dia sudah benar-benar mengenalku, bahkan dari sisiku yang tak disukainya.
Apakah dia akan meninggalkanku?
Aku tak ingin itu terjadi.
Tapi, jika dia menginginkannya, aku bisa apa?
Sedih? Menangis? Marah? Putus asa?
Ya ALLAH, tolong tegarkan hamba,
Akhirnya ini berakhir.
Rasaku padanya telah hilang.
Setelah sekian aku selalu mengerti dia, selalu mema’afkannya.
Sekian itu pula ia kembali mengulanginya.
Hingga hilang semuanya, tersapu oleh rasa sakit yang telah disuguhkannya padaku. tunjukkan jalan yang terbaik untuk hamba.